HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLTER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
Nama : Santi Yulia
Npm : 18213243
Kelas : 4EA32
FAKULTAS EKONOMI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
DAFTAR ISI
HUBUNGAN PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLTER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
1. Bentuk Stakeholder
Pengertian
stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal
maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh
adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau
pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga
(institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern
Istilah
stakeholders sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan
hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu
komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan
lain-lain.Lembaga-lembaga publik telah menggunakan secara luas istilah
stakeholder ini ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi
keputusan.Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,
lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu
rencana.
Stakeholder
dapat berfungsi sebagai “tokoh kunci” atau “key person” dan merupakan orang
yang menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya, seperti : Kepala Desa/Lurah,
Ketua RT, Ketua Adat, Ustadz/Kyai
Kelembagaan yang
dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan peranserta masyarakat dalam memajukan pendidikan,
menurut UU No 20 Tahun 2003, pasal 56 adalah berupa Dewan Pendidikan, dan
komite sekolah. Ketua dan anggota kedua lembaga tersebut dapat digolongkan
sebagai Stakeholder
Dalam buku Cultivating Peace,
Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini.Beberapa
defenisi yang penting dikemukakan seperti :
1.
Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu
yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan
tertentu.
2.
Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan
suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering
diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman
(1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap
issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang
dimiliki mereka.
3.
Stakeholder adalah kelembagaan yang dianjurkan dibentuk untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dalam memajukan pendidikan, dan komite sekolah.
Pandangan-pandangan di atas
menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan
siapa stakeholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu,
sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting
dianalisis untuk mengenal stakeholder.
1. Macam – macam Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu
issu, stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu
stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
1) Stakeholder Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara
langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan
sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni
masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena
dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari
proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh
masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi
masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik
yakni lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan
implementasi suatu keputusan.
2). Stakeholder Pendukung
(Sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan
kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
tetapi memiliki kepedulian (concern) dan keprihatinan sehingga mereka turut
bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal
pemerintah.
Yang termasuk dalam stakeholders
pendukung (sekunder) :
1. Lembaga(Aparat) pemerintah
dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung
jawab langsung.
2. Lembaga pemerintah yang terkait
dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan
secara langsung
dalam pengambilan keputusan.
3. Lembaga swadaya Masyarakat
(LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang
bersesuai dengan
rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki concern (termasuk organisasi
massa yang terkait).
4. Perguruan Tinggi yakni kelompok
akademisi ini memiliki pengaruh penting
dalam pengambilan keputusan
pemerintah serta Pengusaha (Badan usaha) yang terkait sehingga mereka juga masuk
dalam kelompok stakeholder pendukung.
5. Pengusaha (Badan usaha) yang terkait
3) Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal
dalam hal pengambilan keputusan.Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur
eksekutif sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk
suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder
kunci yaitu :
1.
Pemerintah Kabupaten
2.
DPR Kabupaten
3.
Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
2. Stereotype, Prejudice, Stigma Sosial
Stereotype
adalah generalisasi yang tidak akurat yang didasarkan pada prejudice. Kita
semua memegang stereotype terhadap kelompok orang lain.
Contoh dari Stereotype , ketika
kita sudah beranggapan begitu pada suatu suku , maka kita tidak akan
menempatkan dia pada suatu posisi yang kita rasa gak cocok.
Sedangkan
Prejudice adalah attitude yang bersifat bahaya dan didasarkan pada generalisasi
yang tidak akurat terhadap sekelompok orang berdasarkan warna kulit, agama,sex,
umur , dll. Berbahaya disini maksudnya attitude tersebut bersifat negative.
Contoh dari Prejudice misalnya
kita menganggap setiap orang pada suku tertentu itu malas, pelit , dan lain nya
Stigma sosial
adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa
orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan
pengucilan seseorang ataupun kelompok.
Contoh dari stigma social misalnya
sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik kurang atau
cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan yang
merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang Yahudi
atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma sosial.
3. Mengapa Perusahaan Harus Bertanggungjawab
Agar perusahaan mendapat citra positif di mata masyarakat dan pemerintah .
Kegiatan
perusahaan dalam jangka panjang
akan dianggap sebagai kontribusi positif di masyarakat. Selain membantu
perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat
membantu dalam mewujudkan keadaan lebih baik di masa yang akan datang.
Lalu terdapat kerjasama yang
salingmenguntungkan ke dua pihak.. Hubungan bisnis tidak lagi dipahami sebagai
hubungan antara pihak yang mengeksploitasi dan pihak yang tereksploitasi,
tetapi hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan kebih
baik.Tidak hanya di sector perekonomian, tetapi juga dalam sektor sosial,
pembangunan dan lain-lain. Serta Memiliki partner dalam menjalankan misi sosial
dari pemerintah dalam hal tanggung jawab sosial. Pemerintah pada akhirnya tidak
hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan aturan main dalam hubungan
masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan sanksi bagi pihak yang
melanggarnya.Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legtimasi untuk mengubah
tatanan masyarakat agar ke arah yang lebih baikakan mendapatkan partner dalam
mewujudkan tatanan masyarakat tersebut.Sebagian tugas pemerintah dapat dilaksanakan
oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.
4. Komunitas Indonesia dan Etika Bisnis
Indonesia
memerukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga model
indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dai bentuknya, komunitas
indonesia komunitas elite an komunitas rakyat
Bentuk – bentuk pola hidup
komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai dengan
industri jasa.
Dalam suatu
kenyataan di komunitas indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah
Nabire Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan
keadaaan cuaca yang kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman
ini, kondisi ini mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu
komunitas tersebut.
Dari gambaran
ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan perusahaan
dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam konteks
yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami etika bisnis
ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya seperti komunitas
lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang teman
Arif Budimanta mensitir kata – kata sukarno presiden pertama indonesia yang
menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia
kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini
terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa
Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah
Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa
perlu digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum
bagi komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk
kata benda yang bermakna menyeluruh sebagai sebuah kekuatan bangsa.
5. Dampak Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan, apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan dampak
positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia, sumber daya
alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan yang mampu
sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan peningkatan daya
beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat mewujudkan pertumbuhan
lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan itu sifatnya simultan,
maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan lebih bermakna.
Pada dasarnya
setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti
mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif
tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan
yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat.Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
Perusahaan yang
pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa
kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat
menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi
pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan
lain yang lebih luas.
6. Mekanisme Pengawasan Tingkah Laku
Mekanisme dalam
pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan
dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme
pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring
dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring dan
evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi pada
dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara
berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek
sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan
kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut
menjadi audit sosial.
Pengawasa
terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untuk menciptakan
kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses
berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang
diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada
dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu,
untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan
budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa
aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan nilai-nilai yang ada
agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan pengetahuan
budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan
komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan
anggota-anggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi
sosial yang terimplementasi di dalam atura adat. Sehingga tam[pak bahwa
kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses kehidupan
komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam
pranata sosial perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan sebagai
stake holder, terdapat juga para bekas karyawan,para direksi, pemilik
modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan.
Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi
dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Pada dasarnya
suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya menempati
suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk organisai,korporasi
tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara bersama oleh para
anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam lingkup
organisasi yang bersangkutan.
Perusahaan
sebagai bagian dari suatu komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri
akan mempunyai sifat yang adaptif terhadap lingkungannya,baik lingkungan alam
maupun lingkungan sosial dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya
suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang
mengatur pola aturan yang ada,seperti halnya pada komuitas lainnya seperti
komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut
dalam lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor oleh
adat istiadatnya sesuai dengan pranata sosial yang berlaku
(kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian dsb). Dalam perusahaan,
apa yang dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan
cara – cara yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan
yang bersangkutan.
Sebagai sebuah
organisasi,perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam menyiapkan
anggaran – angaran yang dikelurakan, dan begitu dengan
pemerikasaan terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan
berjalannya organisasi yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang
buku.
Tenaga
– tenaga ahli tersebut merupakan individu – individu
yang menduduki status tertentu,status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan
kewajiban yang ada pada diri seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga
individu tersebut harus berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan
yang mengatur status yang bersangutan.
Sehingga
pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai
(tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial
dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan
berasal dari anggota komunitas yang berbeda – beda kebudayaan
dan sukubangsa , dan dengan bersama –bersama dengan orang lain yang
berbeda kebudayaan dan sukubangsa bergabung sebagai satu komunitas perusahaan.
Dalam kehidupan komunitas, sistem sosial akan terus berjalan untuk mengatur
segala tingkah laku individu-individunya.
Berkaitan dengan
pelkasanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus jelas
terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti ;
1. Aktivitas apa saja yang harus
dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran apa yang menjadi
pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun
ekstrnal (sasaran)
2. Bagaimana cara melakukan
pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian suatu tindakan
(rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun
sebelumnya.
3. Bagaimana mengukur dan merekam
pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran yang dituju,
dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut (indikator)
Ketiga bentuk
aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian menjadi
sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang
bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari
hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga dengan
demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’ (idealnya oran
luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan pertanyaan lebih
mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis pada tingakat
yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak eksternalnya dalam
kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern maupun ekstern
korporasi.Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau perusahaan dapat
dicatat walaupun pada dasarnya ide – ide tersebut bukan berasal dari
visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan
auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada
awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit sosial ini
merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh
anggota-anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan