Jumat, 11 November 2016

Makalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)



ETIKA BISNIS

Makalah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)




Nama               :  Santi Yulia
Npm                 :  18213243
Kelas                :  4 EA 32
Dosen               : Tantyo Setyowati,SE.MM.



FAKULTAS EKONOMI S1 MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016

BAB I


PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG

  
        KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) merupakan sebuah implikasi hidup yang dapat diibaratkan “ Lebih besar pasak daripada tiang “, KKN merupakan sebuah tindakan yang sudah membuadaya nasional di Indonesia bahkan sejak jaman Penjajahan Belanda hingga saat ini banyak sekali terjadi KKN di lingkungan pejabat pusat maupun daerah dan setingkatnya. Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis, dan lebih mandiri. Menyikapi sebuah masalah KKN tidaklah terlepas dari sebuah faktor – faktor yang bisa menyebabkan terjadinya sebuah KKN, dari faktor – faktor itulah yang akan memunculkan budaya KKN yang menasional di Indonesia ini.
Ada sedikit sejarah tentang korupsi, korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dansampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai sosial, tak terkecuali dinegara-negara maju sekalipun. Di sosial Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang sosial dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi sosial jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya social ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan sosial dan dapat merusak kepemerintahan. Korupsi sangat sulit untuk dihilangkan bahkan sosial tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena itu sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang nyata. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar sosial yang pasti. Akibat-akibat dari korupsi antara lain Pemborosan sumber-sumber, gangguan terhadap penanaman modal, bantuan yang lenyap, ketidakstabilan, revolusi social, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya, pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Oleh karena itu, salah satu cara yang efektif untuk mengatasi permasalahan korupsi bagi kami ialah dengan menerapkan hukuman yang tepat dan adil bagi para koruptor tersebut. Namun faktanya, di Indonesia hukuman bagi terpidana koruptor sangatlah ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera.
































BAB II

LANDASAN TEORI


A.Pengertian Hukuman

Hukuman adalah tindakan yang diberikan terhadap seseorang karena melakukan kesalahan, dan dilakukan agar orang tersebut tidak lagi melakukannya. Menurut Wens Tamlair,1996 Bentuk hukuman antara lain hukuman badan, hukuman perasaan (diejek, dipermalukan, dimaki), dan lain sebagainya.
Menurut teori (H. Baharuddin,2007), hukuman adalah menghadirkan atau memberikan sebuah situasi yang tidak menyenangkan atau situasi yang ingin dihindari untuk menurunkan tingkah laku.
Menurut Al-Ghozali hukuman ialah suatu perbuatan di mana seseorangsadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada orang lain dengan tujuanuntuk memperbaiki atau melindungi dirinya sendiri dari kelemahan jasmanidan rohani, sehingga terhindar dari segala macam pelanggaran.


B.Pengertian Korupsi


Korupsi atau rasuah (bahasa Latincorruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).


C. Pengertian Kolusi

 

Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi sering terjadi dalam proyek pengadaan barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan pemerintah). Ciri-ciri kolusi jenis ini adalah:
a.      Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu.
b.      Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah) atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung.

Secara garis besar, Kolusi adalah pemufakatan secara bersama untuk melawan hukum antar penyelenggara Negara atau antara penyelenggara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan Negara.

D. Pengertian Nepotisme


Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Pakar-pakar biologi telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Tuduhan adanya nepotisme bersama dengan korupsi dan kolusi(ketiganya disingkat menjadi KKN) dalam pemerintahan Orde Baru, dijadikan sebagai salah satu pemicu gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan presiden Soeharto pada tahun1998.

 

E.Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi


Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Dinegeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri,undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1.      Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2.      Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3.      Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4.      Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

















BAB III

PEMBAHASAN


Sejak reformasi di gulirkan tahun 1988 yang lalu, berbagai kasus – kasus KKN di Indonesia yang terjadi puluhan tahun yang lalu satu persatu mulai terbongkar. Dimulai dari tuduhan pucuk pemimpin rezim orde baru, lantas terkupaslah kasus KKKN dengan berbagai ukuran yang dilakukan para pejabat negeri ini puluhan tahun yang lalu. Istana Negara telah berganti penghuni – penghuni , tapi masih saja terdengar berita – berita  korupsi yang dilakukan oleh para pejabat Negara yang menghiasi layar kaca dan media cetak maupun elektronik nasional. Banyak sekali kasus KKN di Indonesia yang sulit di berantas. Budaya korupsi sudah cukup mengakar di system birokrasi pemerintahan Indonesia yang  menjadi biang kerusakan ekonomi nasional.
Indonesia menjadi miskin bukan karena Indonesia tidak memiliki sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan, akan tetapi Indonesia menjadi miskin karena akibat pengelola negeri ini mengambil uang yang bukan menjadi haknya. KKN merajalela di berbagai aspek dan dimensi kehidupan sosial. Yang menjadi korban tentu saja rakyak kecil yang harus hidup menderita.
Ada beberapa factor yang menyebabkan kasus – kasus KKN di Indonesia sulit untuk diselesaikan. Diantaranya factor – factor  tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Penyakit kronis bangsa Indonesia
Selama hampir lebih tiga puluh dua tahun kekeuasaan rezim orde baru berkuasa, dalam kurun masa itu penyakit dan virus KKN berkembang subur. Keberadaannya dilindungi dan dikembangbiakan. Pertumbuhan yang cukup lama ini menyebabkan penyakit yang berbahaya ini menjangkit hampir seluruh birokrasi pemerintahan maupun non pemerintahan di indoensia. Dari level tertinggi pejabat Negara, sampek level Rt yang paling rendah.
2.      System pengakan hukum yang lemah
Indonesia memiliki banyak sekali undang – undang dan landasan hukum yang mengatur tentang tindakan KKN. Isi dan kandungan undang – undang tersebut bisa saja di ubah sewaktu – waktu menyesuaikan perkembangan yang ada. Yang menjadi persoalan adalah para penegak hukum itu sendiri. Munculnya istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak hukum di indoensia. Para petugas hukum yang di tugaskan untuk mengadili para koruptor alih – alih menerima amplop dari para koruptor.

A.    Hukuman Bagi Koruptor Di Indonesia

Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 dan undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagaiberikut:

1.      Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda palingsedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri   lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negaraatau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)

2.      Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah) dan paling banyak satu Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomianNegara (Pasal 3)

3.      Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratuslima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enamratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangiatau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangkaatau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)

4.      Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enamratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.

5.      Pidana Tambahan      
 Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujudatau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperolehdari tindak pidana korupsi, Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya samadengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1(satu) tahun, Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusanseluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapatdiberikan oleh pemerintah kepada terpidana, Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dandilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjarayang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknyasesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999.


B.    Efek Jera  Bagi Koruptor


Di Indonesia itikad untuk membuat jera koruptor masih sebatas wacana.Beberapa usulan pernah dilontarkan ke publik oleh para pakar untuk hukuman koruptor. Seperti hukuman mati, pemiskinan, baju tahanan, hukuman sosial, bahkan penjara seumur hidup. Namun, yang baru terwujud adalah membuat seragam bagi tersangka korupsi. Tujuannya membuat malu tersangka korupsi. Usulan yang lainnya? Hilang tanpa jejak. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera para pelaku koruptor.
Berdasarkan analisa,hukuman bagi koruptor tersebut seperti yang tercantum dalam UU Tipikor di atas itu pada faktanya sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Hal ini disebabkan oleh diantaranya:
1.      Hukuman yang memang masih terlalu ringan.
2.      Hukuman yang sangat ringan karena dakwaan jaksa yang lemah.
3.      Harta koruptor yang sudak terbukti sama sekali tidak disita.
4.      Korupsi sudah menjadi hal yang lumrah dalam suatu birokrasi.
5.      Kurangnya legitimasi hukum tipikor karena disebabkan peradilan yang tidak kredibel serta juga sering menjadi sumber sogok-menyogok.
6.      Penerapan hukuman yang juga tidak berkeadilan, dimana apabila yang menjadi tersangka korupsi dari seorang pejabat besar maka hukuman akan semakin tumpul.
7.      Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sehingga tidak adanya rasatakut bagi para koruptor.
8.      Peranan KPK, BPK, dan Kepolisian yang juga masih rendah dalam pengungkapan kasus korupsi.
Beruntung untuk koruptor Indonesia, hukum penjara yang ringan (sebentar), bahkan jauh di bawah tuntutan jaksa membuat hukum korupsi diIndonesia termaksud yang paling ringan. Pasalnya, masa tahanan koruptor sudah dihitung semenjak menjadi tahanan di penjara. Dan bila ada peringatan hari raya besar, tahanan mendapat remisi (pemotongan masa tahanan) yang bisa membuat para koruptor cepat atau lambat akan menghirup udara bebas.

C.Hukuman Yang Tepat Bagi Koruptor


Pertama, vonis yang wajib dijatuhkan kepada setiap koruptor tanpakecuali adalah mengembalikan dana senilai yang dia korupsi. Jika dia tida kmampu membayar, harta kekayaannya harus disita oleh negara untukdilelang hingga nilainya mencapai jumlah dana yang harus dia kembalikan [kepada negara].  Penyitaan tetap harus dilakukan bahkan jika itu meliputi seluruh harta kekayaan si koruptor.Jika masih kurang, tambahkan pada masa hukuman penjara baginya. Panjangnya hukuman penjara tambahan ditentukan berdasar jumlah yang tidak dia bayarkan, tanpa ada batas.
Kedua, vonis hukuman penjara inti (yang bukan tambahan) ditetapkan sesuai aturan yang berlaku. Kita semua pasti tahu embel-embelnya: dengan penyesuaian pada prinsip dan rasa keadilan.
Ketiga, terkait dengan fasilitas dan akomodasi yang dia dapat dipenjara, harus dibatasi dengan menggunakan dasar perhitungan standar  hidup masyarakat setempat.








BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
1.      Saat ini di Indonesia, berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31Tahun 1999 dan undang-undang nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap terdakwa tindak pidanakorupsi masih sangat ringan bagi para koruptor.
2.      Hukuman tersebut, masih belum menimbulkan efek jera, sehingga masih banyak kasus korupsi terjadi dan merajalela. Sepertinya hukum yang ringan tidak membuat jera para pelaku koruptor. Mereka masih sumringah di hadapan kamera TV dan tidak ada rasa penyesalan samasekali. Bahkan ada beberapa pelaku korupsi, setelah bebas dari penjara,melakukan korupsi lagi atau duduk di jabatan semulanya.
3.      Adapun hukuman yang sangat tepat bagi koruptor ialah dengan hukuman mati seperti yang diterapkan di China, sehingga mampu mengurangi jumlah koruptor serta sangat mampu menimbulkan efek jera.
4.      Selain itu, koruptor juga harus dimiskinkan serta tidak membedakan apakah ia pejabat atas atau kalangan bawah, apapun itu, hukuman harus sama dan adil.

B.Saran
Pada dasarnya, korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang harus mendapatkan hukuman yang amat sangat berat. Hal ini karena korupsi tergolong sebagai perampokan harta rakyat yang menyebabkan kemiskinan semakin bertambah, pembangunan yang gagal, serta banyak lagi kerugian besar lainnya. Oleh karena itu, kami dari kelompok IV, setelah menganalisis berbagai fakta-fakta dan opini-opini yang kami baca di media cetak dan elektronik, maka akan lebih baik jika korupsi dihukum dengan HUKUMAN MATI.
Ide tentang hukuman mati untuk koruptor sudah bukan barang baru. Ide tersebut juga sudah ditentang oleh orang-orang yang merasa dirinya pembela hak asasi manusia. Padahal hukuman begini pasti jauh lebih gampang, asal ditentukan nilai nominal minimal korupsinya sebagai batas untuk diberlakukannya hukuman mati, dan interval antara dijatuhkannya vonis dengan eksekusi tidak lebih dari 3 x 24 jam. Para tervonis hukuman mati tidak perlu menderita ketidak jelasan menunggu-nunggu eksekusinya. Bukan hanya membuat mereka menunggu, tapi itu juga menghabiskan uang Negara untuk memberi mereka makan setiap hari sampai matinya.
Tetapi jika model hukumannya masih seperti yang divoniskan pada koruptor saat ini, dari mana bisa muncul efek jera? Jangan-jangan mereka memang berpikiran seperti: melakukan korupsi adalah usaha, tertangkap dan dihukum adalah pengorbanan, lalu keluar dari penjara dengan simpanan harta berlimpah adalah masa depan yang cerah menanti.
Namun selain hukuman mati, ide bahwa hukuman bagi koruptor harus memiskinkan dan mempermalukan juga harus dilakukan.


 

 













 

 













Referensi :