BAB
I
PENDAHULUAN
Ilmu budaya dasar
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk mengenai konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah manusia dan kebudayaan. Ilmu budaya dasar dikembangkan
di Indonesia sebagai pengganti basic
humanities yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia
berbudaya.
Kebudayaan atau sering
dikatakan suku di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis sesuai dengan
daerah yang ditempati. Mulai dari sabang sampai merauke memiliki suku atau
kebudayaan masing-masing. Misalnya di Sumatera Barat terkenal dengan suku
minang, Kalimantan barat yaitu suku dayak, suku bugis di Sulawesi Selatan, suku
sunda di Jawa Barat, suku batak di Sumatera Utara dan llain sebagainya.
Pembahasan yang akan
dipaparkan adalah mengenai salah satu suku di Indonesia yaitu suku batak. Suku
batak merupakan sebuah nama kolektif untuk mengidentifikasi beberapa suku
bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera
Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai batak adalah Batak toba, Batak Karo,
Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Suku
bangsa batak di atas memiliki adat, kebiasaan agama ataupun hal lainnya yang
tidak sama. Sejarah, identitas, agama, kekerabatan, sistem kemasyarakatan dan
lain-lain mengenai suku batak akan dibahas lebih mendetail. Memaparkan pula
perbedaan jenis suku batak ditinjau dari berbagai sisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Batak merupakan satu
istilah yang digunakan untuk kumpulan suku yang terdapat di daratan tertinggi
di Sumatera Utara, Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak
Suku batak
termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari indocina atau hindia belakang,
nenek moyang orang batak berasal dari utara berpindah ke Filipina dan berpindah
lagi ke Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di pelabuhan barus,
kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap dikaki gunung pusuk buhit, di tepi
pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku batak.
Keturunan suku
batak berasal dari hindia muka (india), pindah ke burma, kemudian ke tanah
genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan
di pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke pedalaman
danau toba
Suku batak
termasuk dalam rumpun proto-melayu yang berasal dari Asia selatan yakni dari
burmayang berlayar sampai malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar
danau toba.
B.
Jenis
Suku Batak
Suku bangsa
batak yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera Utara.
Jenis-jenis suku batak :
1)
Batak toba
2)
Batak karo
3)
Batak pakpak
4)
Batak
simalungun
5)
Batak angkola
6)
Batak
mandailing
C. Identitas
Suku Budaya Batak
1. Suku
Batak Toba
Wilayah-wilayah
Suku Batak Toba meliputi balige porsea, parsoburan, laguboti, ajibata, ulunan,
borbor, lumban, julu, dan sekitar. Sitorus, sirait, butar-butar manurung
merupakan beberapa marga dari Suku Batak toba. Suku
Batak Toba ialah marga-marga pada Suku
Bangsa Batak yang
berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang
mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4marga, yaitu: Simangunsong,
Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku
bangsa Batak Toba.
Terbentuknya masyarakat Batak yang
tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi
keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan
transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di
Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat
Karo.banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang
Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat
serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
a.
Kebudayan
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata
danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya
yang bernilai tinggi dan kuliner.Batak Karo yang terkenal dengan daerah
Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan
sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya
yang masih tradisional.Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan
sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan peninggalan rumah melayu juga
masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Batak Angkola yang terkenal dengan
kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan
penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar
global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik
berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan
tari daerah juga alat musik yang khusus.
b.
Musik
Toba Kuno di jaman dinasti Tuan
Sorimangaraja (Pahompu-nya Si Raja Batak) Berawal dari musik Raja-raja.Bukan
musik untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik Batak awalnya
diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun) pada masa itu
untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang
disebut Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon
lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik
batak ini di kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi,
Seruling dan Sarune Etek. Dengan alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali
lagu rakyat yang bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La)
dan susunan nada (licks)-nya sangat khas tidak didapati di musik suku lain.
c.
Tarian
Seni tari tradisional meliputi
berbagai jenis.Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang
bersifat hiburan saja yang berupa tari profan.tari adat yang merupakan bagian
dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu.Termasuk jenis
tari ini adalah tari guru dan tari tungkat.Datu menarikannya sambil mengayunkan
tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
d.
Kerajinan
Tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah,
kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos
biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
e.
Bahasa Batak Toba
Bahasa Batak Toba adalah salah satu
bahasa daerah yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya,
meliputi Samosir, Humbang Hasundutan,
Tapanuli utara, dan Toba samosir, sumatera Utara, Indonesia. Bahasa
Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak.
Saat ini diperkirakan terdapat
kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian
barat dan selatan Danau Toba.Penulisan bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan aksara Batak, namun saat ini para penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk menuliskannya.
2.
Ulos Pada Suku Batak
Ulos
adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang.Ulos
dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan
dari India.Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos
melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama.Awalnya ulos berfunsi untuk
menghangtkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk menutupi tubuh
dari udara dingin),suku Batak, ada tiga unsur dalam kehidupan manusia, yaitu
darah, nafas, dan panas.Darah dan nafas adalah pemberian dari Tuhan, sedangkan
panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk menghangatkan udara dingin
dipemukiman suku Batak, apalagi pada saat malam hari. Menurut suku Batak, ada
tiga sumber yang dapat memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan
ulos. Ulos memiliki fungsi
memberi panas yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh pengguna ulos tersebut.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Jenis-jenis
Ulos :
1)
Ulos Ragidup
2) Ulos Ragihotang
3)
Ulos Sibolang Rasta
4)
Ulos abit godang
5)
Ulos mangiring
6)
Ulos lobu-lobu
7)
Ulos Runjat
8)
Ulos Ragi Pakko
3.
Kekerabatan suku Batak
Kekerabatan
pada suku batak mempunyai 2 jenis yaitu: kekerabatan pada garis keturunan dan
sosiologis. dan intinnya semua suku batak memiliki marga,
Dalam tradisi
masyarakat batak, yang menjadi pengikat adalah marga (sedarah),Suku bangsa
batak terbagi menjadi 6 puak:
ü Batak Toba
ü Batak Karo
ü Batak pak pak
ü Batak simalungun
ü Batak angkola
ü Batak mandailing
Semuanya
memiliki cirri khas masing masing yang dapat membedakan jenis puak tersebut.
Kelompok
kekerabatan ditentukan dari garis keturunan laki-laki, penerus untuk harta
warisan yang akan meneruskan garis keturunan,(leluhur marga),yang diketahui ada
416 jenis marga termasuk didalamnya suku Nias.Ini dapat diketahui dari
TAROMBO,dari keturunan mana dia berasal
yang asal usulnya yang berakhir pada Si Raja batak(anak perempuan dari
keturunan Debata Mulajadi Nabolon/Tuhan pencipta bumi dan isinya)
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri.
Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan
adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak
dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha
adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang
sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang,
walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian
tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang
dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian
kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil
isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling
rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun
(terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan
bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus
diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem
kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat
kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus
menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak
harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang
yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama
dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu
disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
4. Tarian Tor-tor
Tor tor adalah tari
tradisional Suku Batak.Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik
(magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti
gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.
Menurut sejarah, tari
tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh.Roh tersebut
dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol
leluhur).Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi
dengan gerakan yang kaku.Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit)
dan gerakan tangan.
Jenis tari tor tor
beragam.Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan).Tari ini
biasanya digelar pada saat pesta besar.Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi
pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari
mara bahaya.Selanjutnya ada tari tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan).Tari
ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja.
Tari ini juga berasal
dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit
bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Terakhir,
ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual.Biasanya
digelar apabila suatu desa dilanda musibah.Tunggal panaluan ditarikan oleh para
dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut.Sebab
tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua
atas, Benua tengah, dan Benua bawah.
Dahulu, tarian ini
juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya
meninggal dunia.Kini, tari tor tor biasanya hanya digunakan untuk menyambut
turis.
5.
Alat musik
tradisional suku batak karo
Alat musik
suku Batak Karo atau disebut dengan Gendang karo atau gendang lima si dalinen
terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima
orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual,
dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik
tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang
indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa
juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka
dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya,
termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika
diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen
adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang
terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng
(idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar
(idiofon) sebagai pembawa tempo.
Sierjabaten
begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain musik tradisional-nya, dimana mereka
(Sierjabaten atau penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku
Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, kemalangan atau lainnya. Jadi dari hal
tersebut maka sebenarnya profesi ini bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada
dalam perkembangan dan perjalanan hidup Suku Karo. Mengenai kepastian mulai
kapan julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan saya kurang tau
pasti , yang jelas profesi ini berkaitan sekali dengan kesenian tradisional
Suku Karo. Jadi menurut saya mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo
menyadari kebutuhan akan hiburan dalan setiap acara adat mereka.
Pada
kenyataanya peran serta mereka sangatlah vital dalam setiap acara pesta adat,
sebab tanpa mereka sebuah acara adat tidak lengkap dan sempurna, mereka adalah
sekumpulan penghibur juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan
sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain musik maka makin
tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata masayarakat Karo.
Sierjabaten
(Pemusik) memiliki keahlian dalam bemain berbagai macam alat musik tradisoanal
suku Batak Karo yang terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang
singindungi, Gendang penganak, dan gung. Setiap pemain alat musik mempunyai
nama masing masing sesuai dengan alat musik yang mereka mainkan, pemain sarune
disebut panarune, pemain gendang (singanaki dan singindungi) disebut penggua,
dan pemain penganak disebut simalu penganak, dan pemain gung disebut simalu
gung, serta pemain mangkuk michiho disebut simalu mangkuk michiho.Untuk lebih
jelasnya berikut ini penjelasan mengenai setiap alat musik Tradisonal Karo :
a.
Sarune.
a)
Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan
embulu-embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa
dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk triangel sebanyak dua lembar.
Salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada
embulu-embulu, dengan posisi kedua sudut daun tersebut,
b)
Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk
menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama
dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain pada lobang sarune,
c)
Ampang-ampang
sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-embulu sarune yang berguna untuk
penampung bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3
cm dan ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak,
d)
Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada
sarune, bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan
buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan satu di belakang. Jarak lobang 1 ke
lobang adalah 4,6 cm dan jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-tiap
lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang ke lempengan 5,6 cm.
e)
Gundal
sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari
bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan
bentuk bagian luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang
batang sarune yaitu 5/9.
b.
Gendang
Alat musik
gendang adalah berfungsi membawa ritme variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke
dalam kelompok membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam
budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu gendang singanaki
(anak) dan gendang singindung (induk). Gendang singanaki di tambahi bagian
gerantung. Bagian-bagian gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda
adalah ukuran dan fungsi estetis akustiknya. Bagian-bagian gendang itu adalah:
a)
Tutup gendang, yaitu bagian ujung konis atas. Tutup
gendang ini terbuat dari kulit napuh (kancil). Kulit napuh ini dipasang ke
bingkai bibir penampang endang. Bingkainya terbuat dari bambu.
b)
Tali gendang lazim disebut dengan tarik gendang
terbuat dari kayu nangka(Artocarpus integra sp).
c)
Gendang anak, berdiameter dibagian atas adalah 5 cm,
diameter bagian bawah 4 cm dan keseluruhan 44 cm. Sedangkan ukuran gendang
kecil yang dilekatkan pada gendang anak, diameter bagian atas 4 cm, diameter
bagian bawah 3 cm, dan panjang keseluruhan 11,5 cm. Alat pukulnya (stik)
terbuat dari kayu jeruk purut. Alat pukul gendang keduanya sama besar dan
bentuknya. Panjangnya 14 cm dan penampang dan penampung relatif 2 cm.
d)
Gendang indung, berdiameter dibagian atas 5,5 cm,
bagian bawah 4,5 cm, panjang keseluruhan 45,5 cm. Bahan alat pukulnya juga
terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran alat pukul ini berbeda yaitu yang kanan
penampangnya lebih besar dari yang kiri, yaitu 2 cm untuk kanan dan 0,6 cm
untuk kiri. Panjang keduanya sama 14 cm.
c.
Gung dan Penganak
Gung dan
penganak berfungsi sebagai pengatur ritme musik tradisional Karo. Gung ini
diklasifikasikan ke dalam kategori idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya
digantung.
Gung
terbuat dari tembaga, berbentuk bundar mempunyai pencu. Gung dalam musik
tradisional Karo terbagi dua yaitu gung penganak dangung. Salah satu contoh
ukuran gung penganak diameternya 15,6 cm dengan pencu 4 cm dan ketebalan sisi lingkarannya
2,8 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapis dengan karet. Gung mempunyai
diameter 65 cm dengan pencu berdiameter 15 cm dan tebal sisi lingkarannya 10
cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapisi karet.
6.
Upacara
adat
Kehidupan masyarakat batak adalah
kehidupan yang sangat menjujunjung tinggi aatnya.Bahkan sebelum lahir ke dunia
pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut meninggal dan menjadi
tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit tapi adt batak
menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula,
Elek marboru,Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat perayaan serta
syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya. Beberapa macam
Adat Batak Toba :
a.
Upacara Adat Mangirdak atau
mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)
b.
Upacara Adat Mangharoan
c.
Upacara adat mangharoan adalah
upacara adat yang dilaksanakan setelah dua minggu
kelahiran bayi untuk
menyambut kedatangan bayi tersebut
dalam keluarga tersebut.
d.
Upacara Adat Martutu aek
e.
Adat pemberian nama kepada bayi , namun
pada saat ini sudah jarng dilakukan kepada bayi karena dianggap tidak sesuai
dengan ajaran agama .
f.
Upacara Adat Marhajabuan
g.
Upacara adat pernikahan sesuai dengan
adat Batak Toba, Marhajabuan (berumag tangga). Jenis-jenis upacara pernikahan
adat batak :
1) PATIUR BABA NI MUAL
(Permisi dan mohon doa restu tulang)
2) MARHORI HORI DINGDING
(Perkenalan keluarga secara tertutup)
3) MARHUSIP (Perundingan
diam diam & Patua dan Hata (Melamar secara resmi
4) MARTOMPUL
5)
MARTONGGO
RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan
h.
Upacara
Adat Manulangi
Upacar adat yang diberikan kepada
orang tua yang lanjut usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh anak dan cucunya.
i.
Upacara
adat Hamatean
Ketika seseorang batak meninggal disesuaikan dengan adat batak toba
apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal sebagai sari matua , saur matua, maulibulung.
j.
Upacara adat mangongkal
holi
Upacara adat penggalian tulang
belulang orang tua yang telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu ( monument yang lebih bagus dari
sebelumnya unuk menghormati orang yang
sudah meninggal )
7.
Masakan Suku batak
Masakan
adat Batak jenis masakan yang
dipengaruhi seni suku batak, dan termasuk masakan Nusantara. Yang paling sering
digunakan dalam memasak sebuah pesta adalah andaliman (merica batak).Bahkan di
tradisi orang batak banyak menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak
sesuai selera masing masing . dan juga menggunakan makanan yang berasal dari
danau, sepert ikan ikanan yaitu hasil pancingan para nelayan, mereka memasaknya
biasanya disebut (napinadar,dipanggang,atau ikan arsik).
Jenis makanan Batak yang dapat
dijumpai dan dikenal oleh masyarakat umumnya adalah:
a.
Saksang
b.
Arsik
c.
Panggang
d.
Ayam
tasak telu
e.
Manuk
Napinadar
f.
Tangotanggo
g.
Dengke
Mas naniura
h.
Natinombur
i.
Mie
Gomak
j.
Na
nidugu
k.
Dali
ni horbo
l.
Sambal
tuktuk
m.
Pagitpagit
n.
Itak
gurgur
o.
Kue
lampet
p.
Kue
Ombus ombus
q.
Kue
Pohul pohul
r.
Kacang
sihobuk
8.
Rumah adat
Suku Batak
a.
Rumah
adat Suku Batak Toba
Rumah adat batak toba disebut
juga RUMAH BOLON , yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu,dengan
cirri khas atapnya yang melengkung dan
runcing ditiap ujungnya.
Rumah adalah hal
yang terpenting, dibuat dengan formasi berbentuk segi empat, dipadu tiang dan
dinding yang kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja sama demi
memikul yang berat.
1) Gorga adalah
pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat suku Batak. Hiasan ini sendiri
memiliki nama-nama tersendiri berdasarkan bentuk ukirannya :
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
2) Gorga desa
naualu :
menggambarkan 8 penjuru mata angin yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas
ritual suku Batak
3) Gorga
singa-singa :
menggambarkan tuan rumah sebagai orang yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibaw
Gorga
dituliskan dengan 3 warna:
ü Merah : Melambangkan kecerdasan dan wawasan
yang luas
ü Putih: melambangkan kejujuran yang tulus
sehingga lahir kesucian
ü Hitam : melahirkan kewibawaan yang bersifat pemimpin.
b.
Rumah Adat Batak Karo
Gambar
rumah adat Batak di atas adalah gambar rumah adat Batak Toba (gambar
pertama) dan gambar rumah adat Batak Karo. Rumah adat
tersebut telah disempurnakan oleh nenek moyang suku Batak selama berabad-abad hingga mencapai
bentuk yang ada sekarang. Penyempurnaan bentuk tersebut tentunya disesuaikan
dengan kondisi alam sekitar dan mungkin juga kepercayaan setempat.
9.
Aneka Legenda Suku Batak
a.
LAGENDA
DANAU TOBA
b.
PATUNG
SIGALE GALE
Patung
sigale gale ini dibuat oleh seorang raja, dan ditempkan di sebuah pondok kecil
yang berada dihutn pada zaman dahulu, tetapi sekarang ada di kabupaten samosir
daerah simanindo.
Patung ini sering dipertunjukkan
untuk mengetahui seluk beluknya berikut dengan keunikan patung sigale gale
tersebut.
ü TONGKAT TUNGGAL PANALUNGAN
Tongkat tunggal panalungan di adat batak
itu sangat sakral, karena merupakan tongkat ke besaran, dan biasabta tongkat
tunggal panaluan ini diguanakan oleh para penetua adat batak, seperti penyambutan
D.
Sejarah Perkembangan Agama Suku Batak
1. Agama Parmalim
Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak
pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan
orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan
kepada benda-benda mati.
Penghormatan
dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan,
kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah
yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat
dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum
orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”,
sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek
Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan
tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak
yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.
Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu;
Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai
nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu
Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama
menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon”
atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”.
Mereka
beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari peringatan besar setiap
tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat
masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang
dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan juni-juli.
Dalam
upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya
orang muslim, sarung dan Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya
bersarung dan mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung
oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos
yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini
mencapai 7000 orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39
tempat di Indonesia termasuk di Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a. Kitab Batara Guru,Kitab ini berisi
seluruh rahasia Allah tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat
kehidupan dan kebijakan manusia.
b. Kitab Debata Sorisohaliapan, Kitab
ini berisi tatanan hidup manusia.
c. Kitab Mangala Bulan, Kitab Mangala
Bulan menerangkan tentang cerminan kekuatan Allah.
d. Debata Asi-Asi, Kitab ini menerangkan
tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan
(Debata Natolu) dan induk dari segala kitab.
e. Kitab Boru Debata, Kitab ini berisikan
tentang kehidupan wanita hingga memperoleh anak.
f. Kitab Pengobatan, Kitab ini menerangkan
tentang bagaimana manusia agar selalu sehat, bagi orang sakit menjadi sembuh,
bagaimana agar dekat dengan Tuhan dan bagaimana cara melaksanakan budaya ritual
agar manusia itu sehat.
g. Falsafah Batak, Kitab ini berisi
tentang adat istiadat, budaya, hukum, aksara seni tari, seni musik terutama
bidang pemerintahan kerajaan sosial ekonomi.
h. Kitab Pane Nabolon, Sejak zaman
dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap
harinya.
i.
Kitab Raja
Uhum Manisia, Kitab ini adalah kitab yang berisi penghakiman.
2. Agama Islam
Perang
Paderi Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum
ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya
agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha
dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang
ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum
adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak
kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari
tahun 1816 sampai 1833. Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum
Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga
menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 – 1820 dan kemudian
mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa
tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Agama
Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom
Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga
di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir
ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang
melarikan diri sampai Malaya. Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari
dendam keturunan marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak
hasil incest (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga
Singamangaraja X.
Penyebaran
Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga Kerajaan
Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru. Penyerbuan ke Tanah Batak
dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), dengan penyerbuan terhadap
benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga Lubis. 5.000 orang dari
pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri meluluhlantakkan benteng Muarasipongi,
dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini
sengaja dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar
memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing
ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo,
yang adalah putra-putra Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah
orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang Tanak Batak,
yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku
Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang
(Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar),
Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku
Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).
3. Agama Kristen
Ketika
pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di
Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih
sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang
mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku,
masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam
permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme.
Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan
Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824.
Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai
misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.
Secara
umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti pembukaan segala benua melalui
gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris
perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam
penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul
masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah
Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah
Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di
Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit
van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H
.Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-sebut. Ada yang mencatat
Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV).
Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar kemungkinan Zending
Ermello berada di bawah naungan Nederandse Zending-Genootschap (NZG) yang
berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster
dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke
Simapilapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta
Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31
Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus
Tampubolon di Sipirok.
Semangat
Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan
pemerintahnya yang melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di
tepi sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft (RM) yang berdiri pada
tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas dan suku-suku bangsa besar di
Afrika dan Tiongkok, termasuk ke Indonesia yang berada di bawah penguasaan
Belanda.
Pemindahan
Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM,
Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat
Perang Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam,
Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba
yang ditelitinya pada tahun 1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah
Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris, Klammer
yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung didatangkan dari Barmen, ke
Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok
sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di
Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas penugasan kedua
misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer
Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah
Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang
menjadikan suku Batak Toba menjadi suku bangsa maju.
Dia
menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya
di Parausorat Desember 1862, lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863.
Pekerjaan di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya
sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak,
Silindung adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun
ditentang pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat
yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan
bisa terbunuh.
Dr.H.Berkof
dan Dr.IH Enklaar dalam sejarah Gereja mencatat, ”sungguhpun mula-mula
pekerjaannya (pekerjaan Nommensen) amat susah dan ia sering ditimpa sengsara
dan bahaya, tetapi ia bernubuat: Aku melihat seluruh daerah ini ditaburi dengan
gedung-gedung gereja dan sekolah! Sekarang ramalan itu sudah di genapi, karena
oleh strategi Zending yang cakap, pimpinan yang kuat, pekerja yang banyak dan
latihan pengantar-pengantar jemaat dan guru sekolah dengan secukupnya dari
permulaan, maka lama kelamaan Gereja Kristus di Tanah Batak meluas sampai
menjadi Gereja muda paling besar di dunia.”:
Ditandai
dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000
mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu tata gereja baru (1962) yang dengannya
dihapuskan sinode distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan
penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur, orang-orang Sakai di
Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai
900.000 anggota di sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di
Singapura.
Dalam
perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”,
di mulai tahun 1927 dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen
Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI).
Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an
sejumlah anggota juga banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP
tahun 2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di
Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di
catat sebagai lembaga keagamaan dengan jumlah angota terbesar ketiga setelah
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.
E.
Falsafah
dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus
sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa
Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut
keenam puak Batak
1. Dalihan
Na Tolu (Toba)
a. Somba
Marhula-hula
b. Manat
Mardongan Tubu
c. Elek
Marboru
2. Dalian
Na Tolu (Mandailing dan Angkola)
a. Hormat
Marmora
b. Manat
Markahanggi
c. Elek
Maranak Boru
3. Tolu
Sahundulan (Simalungun)
a. Martondong
Ningon Hormat, Sombah
b. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
c. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
d. Marboru
Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut
Sitelu (Karo)
a. Nembah
Man Kalimbubu
b. Mehamat
Man Sembuyak
c. Nami-nami
Man Anak Beru
5. Daliken
Sitelu (Pakpak)
a. Sembah
Merkula-kula
b. Manat
Merdengan Tubuh
c. Elek
Marberru
F.
Foto-Foto
Waktu melakukan Riset
Foto
bersama di depan rumah adat suku batak
|
Alat
musik tradisional suku batak
|
Tempat
tidur para raja
|
Penjelasan
dari narasumber
|
Buku
kalender suku batak
|
Alat-alat
mistik suku batak
|
Senjata
suku batak
|
Foto
bersama narasumber
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah Sumatra Utara
memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni
tradisional, dan bahasa daerah. Masyyarakat terdiri atas beberapa suku, seperti
melayu, nias, batak toba, batak karo, simalungun, tapanuli tengah, tapanuli
selatan (meliputi sipirok, angkola, padang, bolah, dan mandailing). Serta
penduduk pendatang seperti minang, jawa, dan aceh yang bawa budaya serta adat
istiadatnya sendiri.
Semua etnis memiliki
budaya masing-masing, mulai dari agama, adat istiadat, upacara adat dari
daerah, jenis makanan, dan pakaian adat juga memilki suatu khas atau ciri dari
setiap daerah. Keragaman budaya tersebut sangat mendukung untuk digunakan
sebagai pusat pariwisata maupun cagar budaya di Sumatra Utara.
BAB
I
PENDAHULUAN
Ilmu budaya dasar
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk mengenai konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah manusia dan kebudayaan. Ilmu budaya dasar dikembangkan
di Indonesia sebagai pengganti basic
humanities yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia
berbudaya.
Kebudayaan atau sering
dikatakan suku di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis sesuai dengan
daerah yang ditempati. Mulai dari sabang sampai merauke memiliki suku atau
kebudayaan masing-masing. Misalnya di Sumatera Barat terkenal dengan suku
minang, Kalimantan barat yaitu suku dayak, suku bugis di Sulawesi Selatan, suku
sunda di Jawa Barat, suku batak di Sumatera Utara dan llain sebagainya.
Pembahasan yang akan
dipaparkan adalah mengenai salah satu suku di Indonesia yaitu suku batak. Suku
batak merupakan sebuah nama kolektif untuk mengidentifikasi beberapa suku
bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera
Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai batak adalah Batak toba, Batak Karo,
Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Suku
bangsa batak di atas memiliki adat, kebiasaan agama ataupun hal lainnya yang
tidak sama. Sejarah, identitas, agama, kekerabatan, sistem kemasyarakatan dan
lain-lain mengenai suku batak akan dibahas lebih mendetail. Memaparkan pula
perbedaan jenis suku batak ditinjau dari berbagai sisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Batak merupakan satu
istilah yang digunakan untuk kumpulan suku yang terdapat di daratan tertinggi
di Sumatera Utara, Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak
Suku batak
termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari indocina atau hindia belakang,
nenek moyang orang batak berasal dari utara berpindah ke Filipina dan berpindah
lagi ke Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di pelabuhan barus,
kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap dikaki gunung pusuk buhit, di tepi
pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku batak.
Keturunan suku
batak berasal dari hindia muka (india), pindah ke burma, kemudian ke tanah
genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan
di pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke pedalaman
danau toba
Suku batak
termasuk dalam rumpun proto-melayu yang berasal dari Asia selatan yakni dari
burmayang berlayar sampai malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar
danau toba.
B.
Jenis
Suku Batak
Suku bangsa
batak yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera Utara.
Jenis-jenis suku batak :
1)
Batak toba
2)
Batak karo
3)
Batak pakpak
4)
Batak
simalungun
5)
Batak angkola
6)
Batak
mandailing
C. Identitas
Suku Budaya Batak
1. Suku
Batak Toba
Wilayah-wilayah
Suku Batak Toba meliputi balige porsea, parsoburan, laguboti, ajibata, ulunan,
borbor, lumban, julu, dan sekitar. Sitorus, sirait, butar-butar manurung
merupakan beberapa marga dari Suku Batak toba. Suku
Batak Toba ialah marga-marga pada Suku
Bangsa Batak yang
berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang
mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4marga, yaitu: Simangunsong,
Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku
bangsa Batak Toba.
Terbentuknya masyarakat Batak yang
tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi
keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan
transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di
Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat
Karo.banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang
Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat
serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
a.
Kebudayan
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata
danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya
yang bernilai tinggi dan kuliner.Batak Karo yang terkenal dengan daerah
Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan
sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya
yang masih tradisional.Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan
sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan peninggalan rumah melayu juga
masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Batak Angkola yang terkenal dengan
kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan
penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar
global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik
berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan
tari daerah juga alat musik yang khusus.
b.
Musik
Toba Kuno di jaman dinasti Tuan
Sorimangaraja (Pahompu-nya Si Raja Batak) Berawal dari musik Raja-raja.Bukan
musik untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik Batak awalnya
diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun) pada masa itu
untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang
disebut Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon
lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik
batak ini di kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi,
Seruling dan Sarune Etek. Dengan alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali
lagu rakyat yang bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La)
dan susunan nada (licks)-nya sangat khas tidak didapati di musik suku lain.
c.
Tarian
Seni tari tradisional meliputi
berbagai jenis.Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang
bersifat hiburan saja yang berupa tari profan.tari adat yang merupakan bagian
dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu.Termasuk jenis
tari ini adalah tari guru dan tari tungkat.Datu menarikannya sambil mengayunkan
tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
d.
Kerajinan
Tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah,
kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos
biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
e.
Bahasa Batak Toba
Bahasa Batak Toba adalah salah satu
bahasa daerah yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya,
meliputi Samosir, Humbang Hasundutan,
Tapanuli utara, dan Toba samosir, sumatera Utara, Indonesia. Bahasa
Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak.
Saat ini diperkirakan terdapat
kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian
barat dan selatan Danau Toba.Penulisan bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan aksara Batak, namun saat ini para penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk menuliskannya.
2.
Ulos Pada Suku Batak
Ulos
adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang.Ulos
dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan
dari India.Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos
melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama.Awalnya ulos berfunsi untuk
menghangtkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk menutupi tubuh
dari udara dingin),suku Batak, ada tiga unsur dalam kehidupan manusia, yaitu
darah, nafas, dan panas.Darah dan nafas adalah pemberian dari Tuhan, sedangkan
panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk menghangatkan udara dingin
dipemukiman suku Batak, apalagi pada saat malam hari. Menurut suku Batak, ada
tiga sumber yang dapat memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan
ulos. Ulos memiliki fungsi
memberi panas yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh pengguna ulos tersebut.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Jenis-jenis
Ulos :
1)
Ulos Ragidup
2) Ulos Ragihotang
3)
Ulos Sibolang Rasta
4)
Ulos abit godang
5)
Ulos mangiring
6)
Ulos lobu-lobu
7)
Ulos Runjat
8)
Ulos Ragi Pakko
3.
Kekerabatan suku Batak
Kekerabatan
pada suku batak mempunyai 2 jenis yaitu: kekerabatan pada garis keturunan dan
sosiologis. dan intinnya semua suku batak memiliki marga,
Dalam tradisi
masyarakat batak, yang menjadi pengikat adalah marga (sedarah),Suku bangsa
batak terbagi menjadi 6 puak:
ü Batak Toba
ü Batak Karo
ü Batak pak pak
ü Batak simalungun
ü Batak angkola
ü Batak mandailing
Semuanya
memiliki cirri khas masing masing yang dapat membedakan jenis puak tersebut.
Kelompok
kekerabatan ditentukan dari garis keturunan laki-laki, penerus untuk harta
warisan yang akan meneruskan garis keturunan,(leluhur marga),yang diketahui ada
416 jenis marga termasuk didalamnya suku Nias.Ini dapat diketahui dari
TAROMBO,dari keturunan mana dia berasal
yang asal usulnya yang berakhir pada Si Raja batak(anak perempuan dari
keturunan Debata Mulajadi Nabolon/Tuhan pencipta bumi dan isinya)
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri.
Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan
adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak
dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha
adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang
sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang,
walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian
tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang
dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian
kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil
isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling
rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun
(terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan
bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus
diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem
kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat
kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus
menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak
harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang
yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama
dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu
disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
4. Tarian Tor-tor
Tor tor adalah tari
tradisional Suku Batak.Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik
(magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti
gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.
Menurut sejarah, tari
tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh.Roh tersebut
dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol
leluhur).Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi
dengan gerakan yang kaku.Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit)
dan gerakan tangan.
Jenis tari tor tor
beragam.Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan).Tari ini
biasanya digelar pada saat pesta besar.Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi
pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari
mara bahaya.Selanjutnya ada tari tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan).Tari
ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja.
Tari ini juga berasal
dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit
bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Terakhir,
ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual.Biasanya
digelar apabila suatu desa dilanda musibah.Tunggal panaluan ditarikan oleh para
dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut.Sebab
tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua
atas, Benua tengah, dan Benua bawah.
Dahulu, tarian ini
juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya
meninggal dunia.Kini, tari tor tor biasanya hanya digunakan untuk menyambut
turis.
5.
Alat musik
tradisional suku batak karo
Alat musik
suku Batak Karo atau disebut dengan Gendang karo atau gendang lima si dalinen
terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima
orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual,
dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik
tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang
indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa
juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka
dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya,
termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika
diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen
adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang
terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng
(idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar
(idiofon) sebagai pembawa tempo.
Sierjabaten
begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain musik tradisional-nya, dimana mereka
(Sierjabaten atau penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku
Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, kemalangan atau lainnya. Jadi dari hal
tersebut maka sebenarnya profesi ini bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada
dalam perkembangan dan perjalanan hidup Suku Karo. Mengenai kepastian mulai
kapan julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan saya kurang tau
pasti , yang jelas profesi ini berkaitan sekali dengan kesenian tradisional
Suku Karo. Jadi menurut saya mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo
menyadari kebutuhan akan hiburan dalan setiap acara adat mereka.
Pada
kenyataanya peran serta mereka sangatlah vital dalam setiap acara pesta adat,
sebab tanpa mereka sebuah acara adat tidak lengkap dan sempurna, mereka adalah
sekumpulan penghibur juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan
sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain musik maka makin
tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata masayarakat Karo.
Sierjabaten
(Pemusik) memiliki keahlian dalam bemain berbagai macam alat musik tradisoanal
suku Batak Karo yang terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang
singindungi, Gendang penganak, dan gung. Setiap pemain alat musik mempunyai
nama masing masing sesuai dengan alat musik yang mereka mainkan, pemain sarune
disebut panarune, pemain gendang (singanaki dan singindungi) disebut penggua,
dan pemain penganak disebut simalu penganak, dan pemain gung disebut simalu
gung, serta pemain mangkuk michiho disebut simalu mangkuk michiho.Untuk lebih
jelasnya berikut ini penjelasan mengenai setiap alat musik Tradisonal Karo :
a.
Sarune.
a)
Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan
embulu-embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa
dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk triangel sebanyak dua lembar.
Salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada
embulu-embulu, dengan posisi kedua sudut daun tersebut,
b)
Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk
menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama
dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain pada lobang sarune,
c)
Ampang-ampang
sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-embulu sarune yang berguna untuk
penampung bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3
cm dan ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak,
d)
Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada
sarune, bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan
buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan satu di belakang. Jarak lobang 1 ke
lobang adalah 4,6 cm dan jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-tiap
lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang ke lempengan 5,6 cm.
e)
Gundal
sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari
bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan
bentuk bagian luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang
batang sarune yaitu 5/9.
b.
Gendang
Alat musik
gendang adalah berfungsi membawa ritme variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke
dalam kelompok membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam
budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu gendang singanaki
(anak) dan gendang singindung (induk). Gendang singanaki di tambahi bagian
gerantung. Bagian-bagian gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda
adalah ukuran dan fungsi estetis akustiknya. Bagian-bagian gendang itu adalah:
a)
Tutup gendang, yaitu bagian ujung konis atas. Tutup
gendang ini terbuat dari kulit napuh (kancil). Kulit napuh ini dipasang ke
bingkai bibir penampang endang. Bingkainya terbuat dari bambu.
b)
Tali gendang lazim disebut dengan tarik gendang
terbuat dari kayu nangka(Artocarpus integra sp).
c)
Gendang anak, berdiameter dibagian atas adalah 5 cm,
diameter bagian bawah 4 cm dan keseluruhan 44 cm. Sedangkan ukuran gendang
kecil yang dilekatkan pada gendang anak, diameter bagian atas 4 cm, diameter
bagian bawah 3 cm, dan panjang keseluruhan 11,5 cm. Alat pukulnya (stik)
terbuat dari kayu jeruk purut. Alat pukul gendang keduanya sama besar dan
bentuknya. Panjangnya 14 cm dan penampang dan penampung relatif 2 cm.
d)
Gendang indung, berdiameter dibagian atas 5,5 cm,
bagian bawah 4,5 cm, panjang keseluruhan 45,5 cm. Bahan alat pukulnya juga
terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran alat pukul ini berbeda yaitu yang kanan
penampangnya lebih besar dari yang kiri, yaitu 2 cm untuk kanan dan 0,6 cm
untuk kiri. Panjang keduanya sama 14 cm.
c.
Gung dan Penganak
Gung dan
penganak berfungsi sebagai pengatur ritme musik tradisional Karo. Gung ini
diklasifikasikan ke dalam kategori idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya
digantung.
Gung
terbuat dari tembaga, berbentuk bundar mempunyai pencu. Gung dalam musik
tradisional Karo terbagi dua yaitu gung penganak dangung. Salah satu contoh
ukuran gung penganak diameternya 15,6 cm dengan pencu 4 cm dan ketebalan sisi lingkarannya
2,8 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapis dengan karet. Gung mempunyai
diameter 65 cm dengan pencu berdiameter 15 cm dan tebal sisi lingkarannya 10
cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapisi karet.
6.
Upacara
adat
Kehidupan masyarakat batak adalah
kehidupan yang sangat menjujunjung tinggi aatnya.Bahkan sebelum lahir ke dunia
pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut meninggal dan menjadi
tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit tapi adt batak
menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula,
Elek marboru,Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat perayaan serta
syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya. Beberapa macam
Adat Batak Toba :
a.
Upacara Adat Mangirdak atau
mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)
b.
Upacara Adat Mangharoan
c.
Upacara adat mangharoan adalah
upacara adat yang dilaksanakan setelah dua minggu
kelahiran bayi untuk
menyambut kedatangan bayi tersebut
dalam keluarga tersebut.
d.
Upacara Adat Martutu aek
e.
Adat pemberian nama kepada bayi , namun
pada saat ini sudah jarng dilakukan kepada bayi karena dianggap tidak sesuai
dengan ajaran agama .
f.
Upacara Adat Marhajabuan
g.
Upacara adat pernikahan sesuai dengan
adat Batak Toba, Marhajabuan (berumag tangga). Jenis-jenis upacara pernikahan
adat batak :
1) PATIUR BABA NI MUAL
(Permisi dan mohon doa restu tulang)
2) MARHORI HORI DINGDING
(Perkenalan keluarga secara tertutup)
3) MARHUSIP (Perundingan
diam diam & Patua dan Hata (Melamar secara resmi
4) MARTOMPUL
5)
MARTONGGO
RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan
h.
Upacara
Adat Manulangi
Upacar adat yang diberikan kepada
orang tua yang lanjut usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh anak dan cucunya.
i.
Upacara
adat Hamatean
Ketika seseorang batak meninggal disesuaikan dengan adat batak toba
apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal sebagai sari matua , saur matua, maulibulung.
j.
Upacara adat mangongkal
holi
Upacara adat penggalian tulang
belulang orang tua yang telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu ( monument yang lebih bagus dari
sebelumnya unuk menghormati orang yang
sudah meninggal )
7.
Masakan Suku batak
Masakan
adat Batak jenis masakan yang
dipengaruhi seni suku batak, dan termasuk masakan Nusantara. Yang paling sering
digunakan dalam memasak sebuah pesta adalah andaliman (merica batak).Bahkan di
tradisi orang batak banyak menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak
sesuai selera masing masing . dan juga menggunakan makanan yang berasal dari
danau, sepert ikan ikanan yaitu hasil pancingan para nelayan, mereka memasaknya
biasanya disebut (napinadar,dipanggang,atau ikan arsik).
Jenis makanan Batak yang dapat
dijumpai dan dikenal oleh masyarakat umumnya adalah:
a.
Saksang
b.
Arsik
c.
Panggang
d.
Ayam
tasak telu
e.
Manuk
Napinadar
f.
Tangotanggo
g.
Dengke
Mas naniura
h.
Natinombur
i.
Mie
Gomak
j.
Na
nidugu
k.
Dali
ni horbo
l.
Sambal
tuktuk
m.
Pagitpagit
n.
Itak
gurgur
o.
Kue
lampet
p.
Kue
Ombus ombus
q.
Kue
Pohul pohul
r.
Kacang
sihobuk
8.
Rumah adat
Suku Batak
a.
Rumah
adat Suku Batak Toba
Rumah adat batak toba disebut
juga RUMAH BOLON , yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu,dengan
cirri khas atapnya yang melengkung dan
runcing ditiap ujungnya.
Rumah adalah hal
yang terpenting, dibuat dengan formasi berbentuk segi empat, dipadu tiang dan
dinding yang kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja sama demi
memikul yang berat.
1) Gorga adalah
pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat suku Batak. Hiasan ini sendiri
memiliki nama-nama tersendiri berdasarkan bentuk ukirannya :
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
2) Gorga desa
naualu :
menggambarkan 8 penjuru mata angin yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas
ritual suku Batak
3) Gorga
singa-singa :
menggambarkan tuan rumah sebagai orang yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibaw
Gorga
dituliskan dengan 3 warna:
ü Merah : Melambangkan kecerdasan dan wawasan
yang luas
ü Putih: melambangkan kejujuran yang tulus
sehingga lahir kesucian
ü Hitam : melahirkan kewibawaan yang bersifat pemimpin.
b.
Rumah Adat Batak Karo
Gambar
rumah adat Batak di atas adalah gambar rumah adat Batak Toba (gambar
pertama) dan gambar rumah adat Batak Karo. Rumah adat
tersebut telah disempurnakan oleh nenek moyang suku Batak selama berabad-abad hingga mencapai
bentuk yang ada sekarang. Penyempurnaan bentuk tersebut tentunya disesuaikan
dengan kondisi alam sekitar dan mungkin juga kepercayaan setempat.
9.
Aneka Legenda Suku Batak
a.
LAGENDA
DANAU TOBA
b.
PATUNG
SIGALE GALE
Patung
sigale gale ini dibuat oleh seorang raja, dan ditempkan di sebuah pondok kecil
yang berada dihutn pada zaman dahulu, tetapi sekarang ada di kabupaten samosir
daerah simanindo.
Patung ini sering dipertunjukkan
untuk mengetahui seluk beluknya berikut dengan keunikan patung sigale gale
tersebut.
ü TONGKAT TUNGGAL PANALUNGAN
Tongkat tunggal panalungan di adat batak
itu sangat sakral, karena merupakan tongkat ke besaran, dan biasabta tongkat
tunggal panaluan ini diguanakan oleh para penetua adat batak, seperti penyambutan
D.
Sejarah Perkembangan Agama Suku Batak
1. Agama Parmalim
Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak
pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan
orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan
kepada benda-benda mati.
Penghormatan
dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan,
kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah
yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat
dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum
orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”,
sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek
Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan
tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak
yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.
Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu;
Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai
nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu
Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama
menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon”
atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”.
Mereka
beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari peringatan besar setiap
tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat
masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang
dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan juni-juli.
Dalam
upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya
orang muslim, sarung dan Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya
bersarung dan mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung
oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos
yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini
mencapai 7000 orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39
tempat di Indonesia termasuk di Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a. Kitab Batara Guru,Kitab ini berisi
seluruh rahasia Allah tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat
kehidupan dan kebijakan manusia.
b. Kitab Debata Sorisohaliapan, Kitab
ini berisi tatanan hidup manusia.
c. Kitab Mangala Bulan, Kitab Mangala
Bulan menerangkan tentang cerminan kekuatan Allah.
d. Debata Asi-Asi, Kitab ini menerangkan
tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan
(Debata Natolu) dan induk dari segala kitab.
e. Kitab Boru Debata, Kitab ini berisikan
tentang kehidupan wanita hingga memperoleh anak.
f. Kitab Pengobatan, Kitab ini menerangkan
tentang bagaimana manusia agar selalu sehat, bagi orang sakit menjadi sembuh,
bagaimana agar dekat dengan Tuhan dan bagaimana cara melaksanakan budaya ritual
agar manusia itu sehat.
g. Falsafah Batak, Kitab ini berisi
tentang adat istiadat, budaya, hukum, aksara seni tari, seni musik terutama
bidang pemerintahan kerajaan sosial ekonomi.
h. Kitab Pane Nabolon, Sejak zaman
dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap
harinya.
i.
Kitab Raja
Uhum Manisia, Kitab ini adalah kitab yang berisi penghakiman.
2. Agama Islam
Perang
Paderi Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum
ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya
agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha
dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang
ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum
adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak
kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari
tahun 1816 sampai 1833. Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum
Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga
menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 – 1820 dan kemudian
mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa
tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Agama
Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom
Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga
di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir
ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang
melarikan diri sampai Malaya. Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari
dendam keturunan marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak
hasil incest (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga
Singamangaraja X.
Penyebaran
Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga Kerajaan
Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru. Penyerbuan ke Tanah Batak
dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), dengan penyerbuan terhadap
benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga Lubis. 5.000 orang dari
pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri meluluhlantakkan benteng Muarasipongi,
dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini
sengaja dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar
memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing
ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo,
yang adalah putra-putra Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah
orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang Tanak Batak,
yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku
Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang
(Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar),
Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku
Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).
3. Agama Kristen
Ketika
pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di
Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih
sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang
mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku,
masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam
permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme.
Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan
Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824.
Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai
misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.
Secara
umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti pembukaan segala benua melalui
gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris
perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam
penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul
masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah
Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah
Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di
Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit
van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H
.Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-sebut. Ada yang mencatat
Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV).
Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar kemungkinan Zending
Ermello berada di bawah naungan Nederandse Zending-Genootschap (NZG) yang
berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster
dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke
Simapilapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta
Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31
Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus
Tampubolon di Sipirok.
Semangat
Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan
pemerintahnya yang melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di
tepi sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft (RM) yang berdiri pada
tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas dan suku-suku bangsa besar di
Afrika dan Tiongkok, termasuk ke Indonesia yang berada di bawah penguasaan
Belanda.
Pemindahan
Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM,
Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat
Perang Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam,
Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba
yang ditelitinya pada tahun 1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah
Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris, Klammer
yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung didatangkan dari Barmen, ke
Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok
sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di
Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas penugasan kedua
misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer
Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah
Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang
menjadikan suku Batak Toba menjadi suku bangsa maju.
Dia
menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya
di Parausorat Desember 1862, lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863.
Pekerjaan di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya
sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak,
Silindung adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun
ditentang pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat
yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan
bisa terbunuh.
Dr.H.Berkof
dan Dr.IH Enklaar dalam sejarah Gereja mencatat, ”sungguhpun mula-mula
pekerjaannya (pekerjaan Nommensen) amat susah dan ia sering ditimpa sengsara
dan bahaya, tetapi ia bernubuat: Aku melihat seluruh daerah ini ditaburi dengan
gedung-gedung gereja dan sekolah! Sekarang ramalan itu sudah di genapi, karena
oleh strategi Zending yang cakap, pimpinan yang kuat, pekerja yang banyak dan
latihan pengantar-pengantar jemaat dan guru sekolah dengan secukupnya dari
permulaan, maka lama kelamaan Gereja Kristus di Tanah Batak meluas sampai
menjadi Gereja muda paling besar di dunia.”:
Ditandai
dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000
mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu tata gereja baru (1962) yang dengannya
dihapuskan sinode distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan
penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur, orang-orang Sakai di
Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai
900.000 anggota di sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di
Singapura.
Dalam
perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”,
di mulai tahun 1927 dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen
Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI).
Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an
sejumlah anggota juga banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP
tahun 2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di
Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di
catat sebagai lembaga keagamaan dengan jumlah angota terbesar ketiga setelah
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.
E.
Falsafah
dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus
sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa
Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut
keenam puak Batak
1. Dalihan
Na Tolu (Toba)
a. Somba
Marhula-hula
b. Manat
Mardongan Tubu
c. Elek
Marboru
2. Dalian
Na Tolu (Mandailing dan Angkola)
a. Hormat
Marmora
b. Manat
Markahanggi
c. Elek
Maranak Boru
3. Tolu
Sahundulan (Simalungun)
a. Martondong
Ningon Hormat, Sombah
b. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
c. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
d. Marboru
Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut
Sitelu (Karo)
a. Nembah
Man Kalimbubu
b. Mehamat
Man Sembuyak
c. Nami-nami
Man Anak Beru
5. Daliken
Sitelu (Pakpak)
a. Sembah
Merkula-kula
b. Manat
Merdengan Tubuh
c. Elek
Marberru
F.
Foto-Foto
Waktu melakukan Riset
Foto
bersama di depan rumah adat suku batak
|
Alat
musik tradisional suku batak
|
Tempat
tidur para raja
|
Penjelasan
dari narasumber
|
Buku
kalender suku batak
|
Alat-alat
mistik suku batak
|
Senjata
suku batak
|
Foto
bersama narasumber
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah Sumatra Utara
memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni
tradisional, dan bahasa daerah. Masyyarakat terdiri atas beberapa suku, seperti
melayu, nias, batak toba, batak karo, simalungun, tapanuli tengah, tapanuli
selatan (meliputi sipirok, angkola, padang, bolah, dan mandailing). Serta
penduduk pendatang seperti minang, jawa, dan aceh yang bawa budaya serta adat
istiadatnya sendiri.
Semua etnis memiliki
budaya masing-masing, mulai dari agama, adat istiadat, upacara adat dari
daerah, jenis makanan, dan pakaian adat juga memilki suatu khas atau ciri dari
setiap daerah. Keragaman budaya tersebut sangat mendukung untuk digunakan
sebagai pusat pariwisata maupun cagar budaya di Sumatra Utara.
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
Ilmu budaya dasar
adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk mengenai konsep yang dikembangkan
untuk mengkaji masalah manusia dan kebudayaan. Ilmu budaya dasar dikembangkan
di Indonesia sebagai pengganti basic
humanities yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia
berbudaya.
Kebudayaan atau sering
dikatakan suku di Indonesia terdiri dari berbagai macam jenis sesuai dengan
daerah yang ditempati. Mulai dari sabang sampai merauke memiliki suku atau
kebudayaan masing-masing. Misalnya di Sumatera Barat terkenal dengan suku
minang, Kalimantan barat yaitu suku dayak, suku bugis di Sulawesi Selatan, suku
sunda di Jawa Barat, suku batak di Sumatera Utara dan llain sebagainya.
Pembahasan yang akan
dipaparkan adalah mengenai salah satu suku di Indonesia yaitu suku batak. Suku
batak merupakan sebuah nama kolektif untuk mengidentifikasi beberapa suku
bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera
Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai batak adalah Batak toba, Batak Karo,
Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Suku
bangsa batak di atas memiliki adat, kebiasaan agama ataupun hal lainnya yang
tidak sama. Sejarah, identitas, agama, kekerabatan, sistem kemasyarakatan dan
lain-lain mengenai suku batak akan dibahas lebih mendetail. Memaparkan pula
perbedaan jenis suku batak ditinjau dari berbagai sisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Batak merupakan satu
istilah yang digunakan untuk kumpulan suku yang terdapat di daratan tertinggi
di Sumatera Utara, Suku Batak berasal dari keturunan Raja Batak
Suku batak
termasuk suku bangsa melayu tua yang berasal dari indocina atau hindia belakang,
nenek moyang orang batak berasal dari utara berpindah ke Filipina dan berpindah
lagi ke Sulewesi Selatan, berlayar hingga akhirnya menetap di pelabuhan barus,
kemudian bergeser ke pedalaman dan menetap dikaki gunung pusuk buhit, di tepi
pulau samosir, tempat asal usul peradaban suku batak.
Keturunan suku
batak berasal dari hindia muka (india), pindah ke burma, kemudian ke tanah
genting Kera di Utara Malaysia. Berlayar sampai ke tanjung balai batubara dan
di pangkalan brandan atau kuala simpang di aceh dari sana naik ke pedalaman
danau toba
Suku batak
termasuk dalam rumpun proto-melayu yang berasal dari Asia selatan yakni dari
burmayang berlayar sampai malaysia, menyeberang dan menghuni daerah sekitar
danau toba.
B.
Jenis
Suku Batak
Suku bangsa
batak yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur di Sumatera Utara.
Jenis-jenis suku batak :
1)
Batak toba
2)
Batak karo
3)
Batak pakpak
4)
Batak
simalungun
5)
Batak angkola
6)
Batak
mandailing
C. Identitas
Suku Budaya Batak
1. Suku
Batak Toba
Wilayah-wilayah
Suku Batak Toba meliputi balige porsea, parsoburan, laguboti, ajibata, ulunan,
borbor, lumban, julu, dan sekitar. Sitorus, sirait, butar-butar manurung
merupakan beberapa marga dari Suku Batak toba. Suku
Batak Toba ialah marga-marga pada Suku
Bangsa Batak yang
berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba. Sonak Malela yang
mempunyai 3 (tiga) orang putera dan menurunkan 4marga, yaitu: Simangunsong,
Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, merupakan salah satu cotoh marga pada suku
bangsa Batak Toba.
Terbentuknya masyarakat Batak yang
tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi
keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang
tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan
transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di
Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat
Karo.banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang
Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat
serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
a.
Kebudayan
Batak Toba dengan Tarian Tortor, Wisata
danau toba, wisata megalitik (kubur batu), legenda (cerita rakyat), adat budaya
yang bernilai tinggi dan kuliner.Batak Karo yang terkenal dengan daerah
Berastagi dengan alam yang sejuk dan indah, penghasil buah-buahan dan
sayur-sayuran yang sudah menembus pasar global dan juga memiliki adat budaya
yang masih tradisional.Etnis Melayu yang terkenal dengan berbagai peninggalan
sejarah seperti Istana Maimoon, tari derah dan peninggalan rumah melayu juga
masjid yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Batak Angkola yang terkenal dengan
kultur budaya yang beragam, mulai dari tari daerah adat istiadat dan merupakan
penghasil salak (salak sidempuan) yang juga sudah dapat menembus pasar
global.Batak Pakpak Dairi yang dikenal dengan peninggalan sejarah megalitik
berupa mejan dan patung ulubalang dan tentunya juga memiliki adat istiadat dan
tari daerah juga alat musik yang khusus.
b.
Musik
Toba Kuno di jaman dinasti Tuan
Sorimangaraja (Pahompu-nya Si Raja Batak) Berawal dari musik Raja-raja.Bukan
musik untuk Raja, tetapi musik yang dimainkan oleh Raja. Musik Batak awalnya
diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada Datu (dukun) pada masa itu
untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada Mula Jadi Nabolon.
Batak untuk ritual ini adalah yang
disebut Gondang Sabangunan yang terdiri dari 5 Ogung, 5 Gondang, Sarune Bolon
lubang 5. Namun para Rakyat juga ingin main musik, maka berkembanglah musik
batak ini di kalangan rakyat dengan format Taganing, Garantung, Hasapi,
Seruling dan Sarune Etek. Dengan alat-alat musik inilah tercipta banyak sekali
lagu rakyat yang bernuansa pentatonis (Do Re Mi Fa Sol, kadang2 ada juga La)
dan susunan nada (licks)-nya sangat khas tidak didapati di musik suku lain.
c.
Tarian
Seni tari tradisional meliputi
berbagai jenis.Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang
bersifat hiburan saja yang berupa tari profan.tari adat yang merupakan bagian
dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu.Termasuk jenis
tari ini adalah tari guru dan tari tungkat.Datu menarikannya sambil mengayunkan
tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
d.
Kerajinan
Tenunan
merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini
adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang
digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah,
kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami.Warna ulos
biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu.
Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
e.
Bahasa Batak Toba
Bahasa Batak Toba adalah salah satu
bahasa daerah yang terutama dipertuturkan di daerah sekitar Danau Toba dan sekitarnya,
meliputi Samosir, Humbang Hasundutan,
Tapanuli utara, dan Toba samosir, sumatera Utara, Indonesia. Bahasa
Batak Toba termasuk dalam rumpun bahasa
Austronesia, dan merupakan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak.
Saat ini diperkirakan terdapat
kurang-lebih 2.000.000 orang penutur Bahasa Batak Toba, yang tinggal di bagian
barat dan selatan Danau Toba.Penulisan bahasa ini dalam sejarahnya pernah menggunakan aksara Batak, namun saat ini para penuturnya hampir selalu menggunakan aksara Latin untuk menuliskannya.
2.
Ulos Pada Suku Batak
Ulos
adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang.Ulos
dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan
dari India.Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos
melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama.Awalnya ulos berfunsi untuk
menghangtkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk menutupi tubuh
dari udara dingin),suku Batak, ada tiga unsur dalam kehidupan manusia, yaitu
darah, nafas, dan panas.Darah dan nafas adalah pemberian dari Tuhan, sedangkan
panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk menghangatkan udara dingin
dipemukiman suku Batak, apalagi pada saat malam hari. Menurut suku Batak, ada
tiga sumber yang dapat memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan
ulos. Ulos memiliki fungsi
memberi panas yang bermanfaat bagi
kesehatan tubuh pengguna ulos tersebut.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya.Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang komunikasi dan solidaritas.
Jenis-jenis
Ulos :
1)
Ulos Ragidup
2) Ulos Ragihotang
3)
Ulos Sibolang Rasta
4)
Ulos abit godang
5)
Ulos mangiring
6)
Ulos lobu-lobu
7)
Ulos Runjat
8)
Ulos Ragi Pakko
3.
Kekerabatan suku Batak
Kekerabatan
pada suku batak mempunyai 2 jenis yaitu: kekerabatan pada garis keturunan dan
sosiologis. dan intinnya semua suku batak memiliki marga,
Dalam tradisi
masyarakat batak, yang menjadi pengikat adalah marga (sedarah),Suku bangsa
batak terbagi menjadi 6 puak:
ü Batak Toba
ü Batak Karo
ü Batak pak pak
ü Batak simalungun
ü Batak angkola
ü Batak mandailing
Semuanya
memiliki cirri khas masing masing yang dapat membedakan jenis puak tersebut.
Kelompok
kekerabatan ditentukan dari garis keturunan laki-laki, penerus untuk harta
warisan yang akan meneruskan garis keturunan,(leluhur marga),yang diketahui ada
416 jenis marga termasuk didalamnya suku Nias.Ini dapat diketahui dari
TAROMBO,dari keturunan mana dia berasal
yang asal usulnya yang berakhir pada Si Raja batak(anak perempuan dari
keturunan Debata Mulajadi Nabolon/Tuhan pencipta bumi dan isinya)
Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri.
Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan
adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak
dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha
adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang
sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang,
walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian
tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang
dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian
kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil
isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling
rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun
(terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan
bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus
diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem
kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat
kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus
menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak
harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang
yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama
dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu
disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.
4. Tarian Tor-tor
Tor tor adalah tari
tradisional Suku Batak.Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik
(magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti
gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain.
Menurut sejarah, tari
tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh.Roh tersebut
dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol
leluhur).Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi
dengan gerakan yang kaku.Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit)
dan gerakan tangan.
Jenis tari tor tor
beragam.Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan).Tari ini
biasanya digelar pada saat pesta besar.Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi
pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari
mara bahaya.Selanjutnya ada tari tor tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan).Tari
ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja.
Tari ini juga berasal
dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit
bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Terakhir,
ada tor tor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual.Biasanya
digelar apabila suatu desa dilanda musibah.Tunggal panaluan ditarikan oleh para
dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut.Sebab
tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua
atas, Benua tengah, dan Benua bawah.
Dahulu, tarian ini
juga dilakukan untuk acara seremoni ketika orangtua atau anggota keluarganya
meninggal dunia.Kini, tari tor tor biasanya hanya digunakan untuk menyambut
turis.
5.
Alat musik
tradisional suku batak karo
Alat musik
suku Batak Karo atau disebut dengan Gendang karo atau gendang lima si dalinen
terdiri dari lima perangkat alat musik tabuh (perkusi) yang dimainkan oleh lima
orang pemusik. Kelima perangkat tersebut adalah satu penaruné, dua penggual,
dan dua si malu gong. Gendang Lima sedalanen disebut karena ensambel musik
tersebut terdiri dari lima instrumen musik, yaitu Sarune (aerofon), gendang
indung (membranofon), gendang anak (mebranofon, gung, dan penganak. Namun biasa
juga disebut dengan gendang lima sedalanen, ranggutna sepulu dua, yaitu angka
dua belas untuk hitung-hitungan perangkat yang dipergunakan seluruhnya,
termasuk stik atau alat memukul instrumen musik tersebut.
Jika
diklasifikasi berdasarkan ensambel musik, sebenarnya gendang Karo terdiri dari
gendang lima sedalanen dan gendang telu sedalanen. Gendang telu sedalanen
adalah terdiri dari tiga instrumen musik yang dimainkan secara bersamaan, yang
terdiri dari kulcapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi, keteng-keteng
(idiokordofon, tube-zhyter) sebagai pembawa ritmis, dan mangkuk mbentar
(idiofon) sebagai pembawa tempo.
Sierjabaten
begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain musik tradisional-nya, dimana mereka
(Sierjabaten atau penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku
Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, kemalangan atau lainnya. Jadi dari hal
tersebut maka sebenarnya profesi ini bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada
dalam perkembangan dan perjalanan hidup Suku Karo. Mengenai kepastian mulai
kapan julukan atau penamaan ini mulai dikenal dan di populerkan saya kurang tau
pasti , yang jelas profesi ini berkaitan sekali dengan kesenian tradisional
Suku Karo. Jadi menurut saya mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo
menyadari kebutuhan akan hiburan dalan setiap acara adat mereka.
Pada
kenyataanya peran serta mereka sangatlah vital dalam setiap acara pesta adat,
sebab tanpa mereka sebuah acara adat tidak lengkap dan sempurna, mereka adalah
sekumpulan penghibur juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan
sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain musik maka makin
tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata masayarakat Karo.
Sierjabaten
(Pemusik) memiliki keahlian dalam bemain berbagai macam alat musik tradisoanal
suku Batak Karo yang terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang
singindungi, Gendang penganak, dan gung. Setiap pemain alat musik mempunyai
nama masing masing sesuai dengan alat musik yang mereka mainkan, pemain sarune
disebut panarune, pemain gendang (singanaki dan singindungi) disebut penggua,
dan pemain penganak disebut simalu penganak, dan pemain gung disebut simalu
gung, serta pemain mangkuk michiho disebut simalu mangkuk michiho.Untuk lebih
jelasnya berikut ini penjelasan mengenai setiap alat musik Tradisonal Karo :
a.
Sarune.
a)
Anak-anak sarune, terbuat dari daun kelapa dan
embulu-embulu (pipa kecil) diameter 1 mm dan panjang 3-4 mm. Daun kelapa
dipilih yang sudah tua dan kering. Daun dibentuk triangel sebanyak dua lembar.
Salah satu sudut dari kedua lembaran daun yang dibentuk diikatkan pada
embulu-embulu, dengan posisi kedua sudut daun tersebut,
b)
Tongkeh sarune, bagian ini berguna untuk
menghubungkan anak-anak sarune. Biasanya dibuat dari timah, panjangnya sama
dengan jarak antara satu lobang nada dengan nada yang lain pada lobang sarune,
c)
Ampang-ampang
sarune, bagian ini ditempatkan pada embulu-embulu sarune yang berguna untuk
penampung bibir pada saat meniup sarune. Bentuknya melingkar dnegan diameter 3
cm dan ketebalan 2 mm. Dibuat dari bahan tulang (hewan), tempurung, atau perak,
d)
Batang sarune, bagian ini adalah tempat lobang nada
sarune, bentuknya konis baik bagian dalam maupun luar. Sarune mempunyai delapan
buah lobang nada. Tujuh di sisi atas dan satu di belakang. Jarak lobang 1 ke
lobang adalah 4,6 cm dan jarak lobang VII ke ujung sarune 5,6 cm. Jarak antara tiap-tiap
lobang nada adalah 2 cm, dan jarak lubang bagian belakang ke lempengan 5,6 cm.
e)
Gundal
sarune, letaknya pada bagian bawah batang sarune. Gundal sarune terbuat dari
bahan yang sama dengan batang sarune. Bentuk bagian dalamnya barel, sedangkan
bentuk bagian luarnya konis. ukuran panjang gundal sarune tergantung panjang
batang sarune yaitu 5/9.
b.
Gendang
Alat musik
gendang adalah berfungsi membawa ritme variasi. Alat ini dapat diklasifikasi ke
dalam kelompok membranofon konis ganda yang dipukul dengan dua stik. Dalam
budaya musik Karo gendang ini terdiri dari dua jenis yaitu gendang singanaki
(anak) dan gendang singindung (induk). Gendang singanaki di tambahi bagian
gerantung. Bagian-bagian gendang anak dan induk adalah sama, yang berbeda
adalah ukuran dan fungsi estetis akustiknya. Bagian-bagian gendang itu adalah:
a)
Tutup gendang, yaitu bagian ujung konis atas. Tutup
gendang ini terbuat dari kulit napuh (kancil). Kulit napuh ini dipasang ke
bingkai bibir penampang endang. Bingkainya terbuat dari bambu.
b)
Tali gendang lazim disebut dengan tarik gendang
terbuat dari kayu nangka(Artocarpus integra sp).
c)
Gendang anak, berdiameter dibagian atas adalah 5 cm,
diameter bagian bawah 4 cm dan keseluruhan 44 cm. Sedangkan ukuran gendang
kecil yang dilekatkan pada gendang anak, diameter bagian atas 4 cm, diameter
bagian bawah 3 cm, dan panjang keseluruhan 11,5 cm. Alat pukulnya (stik)
terbuat dari kayu jeruk purut. Alat pukul gendang keduanya sama besar dan
bentuknya. Panjangnya 14 cm dan penampang dan penampung relatif 2 cm.
d)
Gendang indung, berdiameter dibagian atas 5,5 cm,
bagian bawah 4,5 cm, panjang keseluruhan 45,5 cm. Bahan alat pukulnya juga
terbuat dari kayu jeruk purut. Ukuran alat pukul ini berbeda yaitu yang kanan
penampangnya lebih besar dari yang kiri, yaitu 2 cm untuk kanan dan 0,6 cm
untuk kiri. Panjang keduanya sama 14 cm.
c.
Gung dan Penganak
Gung dan
penganak berfungsi sebagai pengatur ritme musik tradisional Karo. Gung ini
diklasifikasikan ke dalam kategori idiofon yang terbuat dari logam yang cara memainkannya
digantung.
Gung
terbuat dari tembaga, berbentuk bundar mempunyai pencu. Gung dalam musik
tradisional Karo terbagi dua yaitu gung penganak dangung. Salah satu contoh
ukuran gung penganak diameternya 15,6 cm dengan pencu 4 cm dan ketebalan sisi lingkarannya
2,8 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapis dengan karet. Gung mempunyai
diameter 65 cm dengan pencu berdiameter 15 cm dan tebal sisi lingkarannya 10
cm. Pemukulnya terbuat dari kayu dan dilapisi karet.
6.
Upacara
adat
Kehidupan masyarakat batak adalah
kehidupan yang sangat menjujunjung tinggi aatnya.Bahkan sebelum lahir ke dunia
pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut meninggal dan menjadi
tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit tapi adt batak
menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula,
Elek marboru,Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat perayaan serta
syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya. Beberapa macam
Adat Batak Toba :
a.
Upacara Adat Mangirdak atau
mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan)
b.
Upacara Adat Mangharoan
c.
Upacara adat mangharoan adalah
upacara adat yang dilaksanakan setelah dua minggu
kelahiran bayi untuk
menyambut kedatangan bayi tersebut
dalam keluarga tersebut.
d.
Upacara Adat Martutu aek
e.
Adat pemberian nama kepada bayi , namun
pada saat ini sudah jarng dilakukan kepada bayi karena dianggap tidak sesuai
dengan ajaran agama .
f.
Upacara Adat Marhajabuan
g.
Upacara adat pernikahan sesuai dengan
adat Batak Toba, Marhajabuan (berumag tangga). Jenis-jenis upacara pernikahan
adat batak :
1) PATIUR BABA NI MUAL
(Permisi dan mohon doa restu tulang)
2) MARHORI HORI DINGDING
(Perkenalan keluarga secara tertutup)
3) MARHUSIP (Perundingan
diam diam & Patua dan Hata (Melamar secara resmi
4) MARTOMPUL
5)
MARTONGGO
RAJA DAN MARIA RAJA (Pesta pertunangan
h.
Upacara
Adat Manulangi
Upacar adat yang diberikan kepada
orang tua yang lanjut usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh anak dan cucunya.
i.
Upacara
adat Hamatean
Ketika seseorang batak meninggal disesuaikan dengan adat batak toba
apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal sebagai sari matua , saur matua, maulibulung.
j.
Upacara adat mangongkal
holi
Upacara adat penggalian tulang
belulang orang tua yang telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu ( monument yang lebih bagus dari
sebelumnya unuk menghormati orang yang
sudah meninggal )
7.
Masakan Suku batak
Masakan
adat Batak jenis masakan yang
dipengaruhi seni suku batak, dan termasuk masakan Nusantara. Yang paling sering
digunakan dalam memasak sebuah pesta adalah andaliman (merica batak).Bahkan di
tradisi orang batak banyak menggunakan Babi ataupun daging Anjing, yang dimasak
sesuai selera masing masing . dan juga menggunakan makanan yang berasal dari
danau, sepert ikan ikanan yaitu hasil pancingan para nelayan, mereka memasaknya
biasanya disebut (napinadar,dipanggang,atau ikan arsik).
Jenis makanan Batak yang dapat
dijumpai dan dikenal oleh masyarakat umumnya adalah:
a.
Saksang
b.
Arsik
c.
Panggang
d.
Ayam
tasak telu
e.
Manuk
Napinadar
f.
Tangotanggo
g.
Dengke
Mas naniura
h.
Natinombur
i.
Mie
Gomak
j.
Na
nidugu
k.
Dali
ni horbo
l.
Sambal
tuktuk
m.
Pagitpagit
n.
Itak
gurgur
o.
Kue
lampet
p.
Kue
Ombus ombus
q.
Kue
Pohul pohul
r.
Kacang
sihobuk
8.
Rumah adat
Suku Batak
a.
Rumah
adat Suku Batak Toba
Rumah adat batak toba disebut
juga RUMAH BOLON , yang berbentuk panggung dengan bahan utama dari kayu,dengan
cirri khas atapnya yang melengkung dan
runcing ditiap ujungnya.
Rumah adalah hal
yang terpenting, dibuat dengan formasi berbentuk segi empat, dipadu tiang dan
dinding yang kuat. Makna dari pondasi ini sendiri adalah saling kerja sama demi
memikul yang berat.
1) Gorga adalah
pahatan/ukiran kayu yang ada pada rumah adat suku Batak. Hiasan ini sendiri
memiliki nama-nama tersendiri berdasarkan bentuk ukirannya :
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
Gorga simataniari (matahari) : menggambarkan matahari yang merupakan sumber kehidupan manusia.
2) Gorga desa
naualu :
menggambarkan 8 penjuru mata angin yang sangat berkaitan erat dengan aktivitas
ritual suku Batak
3) Gorga
singa-singa :
menggambarkan tuan rumah sebagai orang yang kuat, kokoh, pemberani dan berwibaw
Gorga
dituliskan dengan 3 warna:
ü Merah : Melambangkan kecerdasan dan wawasan
yang luas
ü Putih: melambangkan kejujuran yang tulus
sehingga lahir kesucian
ü Hitam : melahirkan kewibawaan yang bersifat pemimpin.
b.
Rumah Adat Batak Karo
Gambar
rumah adat Batak di atas adalah gambar rumah adat Batak Toba (gambar
pertama) dan gambar rumah adat Batak Karo. Rumah adat
tersebut telah disempurnakan oleh nenek moyang suku Batak selama berabad-abad hingga mencapai
bentuk yang ada sekarang. Penyempurnaan bentuk tersebut tentunya disesuaikan
dengan kondisi alam sekitar dan mungkin juga kepercayaan setempat.
9.
Aneka Legenda Suku Batak
a.
LAGENDA
DANAU TOBA
b.
PATUNG
SIGALE GALE
Patung
sigale gale ini dibuat oleh seorang raja, dan ditempkan di sebuah pondok kecil
yang berada dihutn pada zaman dahulu, tetapi sekarang ada di kabupaten samosir
daerah simanindo.
Patung ini sering dipertunjukkan
untuk mengetahui seluk beluknya berikut dengan keunikan patung sigale gale
tersebut.
ü TONGKAT TUNGGAL PANALUNGAN
Tongkat tunggal panalungan di adat batak
itu sangat sakral, karena merupakan tongkat ke besaran, dan biasabta tongkat
tunggal panaluan ini diguanakan oleh para penetua adat batak, seperti penyambutan
D.
Sejarah Perkembangan Agama Suku Batak
1. Agama Parmalim
Sebelum
masuknya pengaruh agama Hindu, Islam, dan Kristen ke tanah Batak, orang Batak
pada mulanya belum mengenal nama dan istilah “dewa-dewa”. Kepercayaan
orang Batak dahulu (kuno) adalah kepercayaan kepada arwah leluhur serta kepercayaan
kepada benda-benda mati.
Penghormatan
dan penyembahan dilakukan kepada arwah leluhur akan mendatangkan keselamatan,
kesejahteraan bagi orang tersebut maupun pada keturunan. Kuasa-kuasa inilah
yang paling ditakuti dalam kehidupan orang Batak di dunia ini dan yang sangat
dekat sekali dengan aktifitas manusia.
Sebelum
orang Batak mengenal tokoh dewa-dewa orang India dan istilah “Debata”,
sombaon yang paling besar orang Batak (kuno) disebut “Ompu Na Bolon” (Kakek/Nenek
Yang Maha Besar). Ompu Nabolon (pada awalnya) bukan salah satu dewa atau tuhan
tetapi dia adalah yang telah dahulu dilahirkan sebagai nenek moyang orang Batak
yang memiliki kemampuan luar biasa dan juga menciptakan adat bagi manusia.
Tetapi setelah masuknya kepercayaan dan istilah luar khususnya agama Hindu;
Ompu Nabolon ini dijadikan sebagai dewa yang dipuja orang Batak kuno sebagai
nenek/kakek yang memiliki kemampuan luar biasa. Untuk menekankan bahwa “Ompu
Nabolon” ini sebagai kakek/nenek yang terdahulu dan yang pertama
menciptakan adat bagi manusia, Ompu Nabolon menjadi “Mula Jadi Nabolon”
atau “Tuan Mula Jadi Nabolon”.
Mereka
beribadah setiap hari sabtu dan memiliki dua hari peringatan besar setiap
tahunnya yaitu Sipaha Sada dan Sipaha Lima. Sipaha Sada ini dilakukan saat
masuk tahun baru Batak yang dimulai setiap bulan Maret. Dan Sipaha Lima yang
dilakukan saat bulan Purnama yang dilakukan antara bulan juni-juli.
Dalam
upacara, laki-laki yang telah menikah biasanya mengunakan sorban seperti layaknya
orang muslim, sarung dan Ulos (selendang batak). Sementara yang wanitanya
bersarung dan mengonde rambut mereka. Semua acara Parmalin dipimpin langsung
oleh Raja Marnokkok Naipospos. Kakek Raja Marnokkok adalah Raja Mulia Naipospos
yang menjadi pembantu utama Sisingamangaraja XI. Kini penganut Parmalin ini
mencapai 7000 orang termasuk yang bukan orang batak. Mereka tersebar di 39
tempat di Indonesia termasuk di Singkil Nanggroe Aceh Darussalam.
Kitab-Kitab Dalam Agama Parmalim
a. Kitab Batara Guru,Kitab ini berisi
seluruh rahasia Allah tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat
kehidupan dan kebijakan manusia.
b. Kitab Debata Sorisohaliapan, Kitab
ini berisi tatanan hidup manusia.
c. Kitab Mangala Bulan, Kitab Mangala
Bulan menerangkan tentang cerminan kekuatan Allah.
d. Debata Asi-Asi, Kitab ini menerangkan
tentang inti dari Kitab Batara Guru, Debata Sorisohaliapan, Mangala Bulan
(Debata Natolu) dan induk dari segala kitab.
e. Kitab Boru Debata, Kitab ini berisikan
tentang kehidupan wanita hingga memperoleh anak.
f. Kitab Pengobatan, Kitab ini menerangkan
tentang bagaimana manusia agar selalu sehat, bagi orang sakit menjadi sembuh,
bagaimana agar dekat dengan Tuhan dan bagaimana cara melaksanakan budaya ritual
agar manusia itu sehat.
g. Falsafah Batak, Kitab ini berisi
tentang adat istiadat, budaya, hukum, aksara seni tari, seni musik terutama
bidang pemerintahan kerajaan sosial ekonomi.
h. Kitab Pane Nabolon, Sejak zaman
dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap
harinya.
i.
Kitab Raja
Uhum Manisia, Kitab ini adalah kitab yang berisi penghakiman.
2. Agama Islam
Perang
Paderi Sumatera Barat berawal dari pertentangan antara kaum adat dengan kaum
ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya
agama Islam, agama yang dianut masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha
dan Hindu. Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang
ingin menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum
adat dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak
kuat melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat meminta bantuan Belanda, yang tentu
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari
tahun 1816 sampai 1833. Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum
Paderi bukan hanya berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga
menyerang Tanah Batak Selatan, Mandailing, tahun 1816 – 1820 dan kemudian
mengIslamkan Tanah Batak selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa
tempat dengan tindakan yang sangat kejam.
Agama
Islam yang masuk ke Mandailing dinamakan oleh penduduk setempat sebagai Silom
Bonjol (Islam Bonjol) karena para penyerbunya datang dari Bonjol. Seperti juga
di Jawa Timur dan Banten rakyat setempat yang tidak mau masuk Islam, menyingkir
ke utara dan bahkan akibat agresi kaum Paderi dari Bonjol, tak sedikit yang
melarikan diri sampai Malaya. Penyerbuan Islam ke Mandailing berawal dari
dendam keturunan marga Siregar terhadap dinasti Singamangaraja dan seorang anak
hasil incest (hubungan seksual dalam satu keluarga) dari keluarga
Singamangaraja X.
Penyebaran
Mazhab Hambali dimulai tahun 1804 dengan pemusnahan keluarga Kerajaan
Pagarruyung di Suroaso, yang menolak aliran baru. Penyerbuan ke Tanah Batak
dimulai pada 1 Ramadhan 1231 H (tahun 1816 M), dengan penyerbuan terhadap
benteng Muarasipongi yang dipertahankan oleh Marga Lubis. 5.000 orang dari
pasukan berkuda ditambah 6.000 infanteri meluluhlantakkan benteng Muarasipongi,
dan seluruh penduduknya dibantai tanpa menyisakan seorangpun. Kekejaman ini
sengaja dilakukan dan disebarluaskan untuk menebarkan teror dan rasa takut agar
memudahkan penaklukkan. Setelah itu, satu persatu wilayah Mandailing
ditaklukkan oleh pasukan Paderi, yang dipimpin oleh Tuanku Rao dan Tuanku Lelo,
yang adalah putra-putra Batak sendiri. Selain kedua nama ini, ada sejumlah
orang Batak yang telah masuk Islam, ikut pasukan Paderi menyerang Tanak Batak,
yaitu Tuanku Tambusai (Harahap), Tuanku Sorik Marapin (Nasution), Tuanku
Mandailing (Lubis), Tuanku Asahan (Mansur Marpaung), Tuanku Kotapinang
(Alamsyah Dasopang), Tuanku Daulat (Harahap), Tuanku Patuan Soripada (Siregar),
Tuanku Saman (Hutagalung), Tuanku Ali Sakti (Jatengger Siregar), Tuanku
Junjungan (Tahir Daulay) dan Tuanku Marajo (Harahap).
3. Agama Kristen
Ketika
pekabaran Injil sudah dilakukan secara sistematis di sejumlah daerah di
Indonesia tidak demikian halnya di Tanah Batak (Utara). Kawasan ini masih
sangat tertutup seperti dikelilingi kabut misteri. Suku Batak Toba yang
mendiaminya tetap asyik dengan kehidupan sosial yang dicengkeram agama suku,
masih pele begu, peradaban yang cenderung primitif karena hidup dalam
permusuhan, perbudakan, penculikan, perampokan, perjudian, dan kanibalisme.
Maka istilah “Jangan coba-coba mendekati orang Batak” memaksa Burton dan
Ward menarik langkah mereka mundur dari Tanah Batak saat berkunjung Juli 1824.
Burton dan Ward adalah utusan Babtist Church of England, tercatat sebagai
misionaris pertama yang mengunjungi Tanah Batak.
Secara
umum Pekabaran Injil di dunia adalah mengkuti pembukaan segala benua melalui
gerakan imperialisme dan kolonialisme. Maka, tak heran apabila mesionaris
perintis di Tanah Batak tertahan di Sipirok dan Angkola yang sudah masuk dalam
penaklukan Belanda, belum masuk ke Tanah Batak sebelum daerah itu betul-betul
masuk dalam kekuasaan Belanda .
Setelah
Burton-Ward dan Munson-Lyman, misionaris perintis lain yang menyusul adalah
Gerrit van Asselt. Dia diutus Ds Wetteven dari kota Ermello, Belanda, tiba di
Sumatra Mei 1856 dan berpos di Sipirok ,1857. Organisasi yang megirimkan Gerrit
van Asselt sangat kecil, bahkan dalam buku Sejarah Gereja, karangan Dr.H
.Berkog dan Dr. IH Enklar sama sekali tidak disebut-sebut. Ada yang mencatat
Zending Ermello berada di bawah naungan Nederlandse Zendingsvereniging (NZV).
Akan tetapi, karena NZV baru berdiri pada tahun 1856, besar kemungkinan Zending
Ermello berada di bawah naungan Nederandse Zending-Genootschap (NZG) yang
berdiri pada tahun 1797, sebuah organisasi Zending dari mana NZV berasal.
Koster
dan van Dalen ditempatkan di Pargarutan. Van Dallen kemudian pindah ke
Simapilapil. Dammerbooer jadi opzichter di sekolah Belanda sebelum ke Huta
Rimbaru dan masuk ke Mission Java Komite. Gerrit van Asselt sendiri pada 31
Maret 1961 membaptis orang Batak Kristen pertama, Simon Siregar dan Jakobus
Tampubolon di Sipirok.
Semangat
Pekabran Injil de Eropah tak lagi tergantung pada kerjasama suatu Gereja dengan
pemerintahnya yang melakukan kolinialisasi ke berbagai benua. Di Jerman, di
tepi sungai Zending. Rheinische Missionsgesellschaft (RM) yang berdiri pada
tahun 1818 mengutus misionaris ke daratan luas dan suku-suku bangsa besar di
Afrika dan Tiongkok, termasuk ke Indonesia yang berada di bawah penguasaan
Belanda.
Pemindahan
Zendeling dari Kalimantan ke Tanah Batak terkait dengan penugasan pimpinan RM,
Inspektur Dr.Friedrich Fabri kepada misionaris yang tertahan di Batavia akibat
Perang Banjar, pada tahun 1860. Ketika itu Febri berkunjung ke Amsterdam,
Belanda. Dia sangat tertarik pada dokumen van der Took mengenai suku Batak Toba
yang ditelitinya pada tahun 1849. Fabri mengutus Hoefen mengunjungi Tanah
Batak, dan berdasarkan laporan Hoefen RM menugaskan dua misionaris, Klammer
yang bertahan di Batavia dan Heine yang langsung didatangkan dari Barmen, ke
Tanah Batak. Keduanya tiba di Sibolga 17 Agustus 1961 dan memilih Sipirok
sebagai pos utama. Heine dan Klammer tinggal melapor ke residen Tapanuli di
Sibolga karena Fabri sudah lebih dahulu meminta izin atas penugasan kedua
misionaris itu ke pemerintahan Belanda.
Ingwer
Ludwig Nommensen (1834-1918) merupakan tokoh sentral Pekabaran Injil di Tanah
Batak. Dialah yang kemudian dijuluki sebagai “Rasul Batak” yang
menjadikan suku Batak Toba menjadi suku bangsa maju.
Dia
menginjakkan kaki di Barus Juni 1862, ditempatkan oleh rekan-rekan pendahulunya
di Parausorat Desember 1862, lalu menginjakkan kaki di Silindung November 1863.
Pekerjaan di perbatasan, menurutnya tidak memadai karena dominan penduduknya
sudah memeluk agama Islam. Tak ada cara lain kecuali memasuki Tanah Batak,
Silindung adalah pilihan utama karena jumlah penduduknya sangat besar, meskipun
ditentang pemerintah Hindia Belanda, harus ditempuh melalui medan yang berat
yaitu hutan belantara yang penuh marabahaya, serta kemungkinan ditolak bahkan
bisa terbunuh.
Dr.H.Berkof
dan Dr.IH Enklaar dalam sejarah Gereja mencatat, ”sungguhpun mula-mula
pekerjaannya (pekerjaan Nommensen) amat susah dan ia sering ditimpa sengsara
dan bahaya, tetapi ia bernubuat: Aku melihat seluruh daerah ini ditaburi dengan
gedung-gedung gereja dan sekolah! Sekarang ramalan itu sudah di genapi, karena
oleh strategi Zending yang cakap, pimpinan yang kuat, pekerja yang banyak dan
latihan pengantar-pengantar jemaat dan guru sekolah dengan secukupnya dari
permulaan, maka lama kelamaan Gereja Kristus di Tanah Batak meluas sampai
menjadi Gereja muda paling besar di dunia.”:
Ditandai
dengan didirikannya Universitas Nommensen (1954) dengan kira-kira 3.000
mahasiswa pada tahun 1971,dan suatu tata gereja baru (1962) yang dengannya
dihapuskan sinode distrik. HKBP juga mengembangkan usaha pendidikan dan
penginjilan dikalangan orang-orang Jawa di Sumatera Timur, orang-orang Sakai di
Riau, dan di Malaysia. Pada permulaan tahun 1960-an HKBP hampir mempunyai
900.000 anggota di sumatera dan banyak jemaat di pulau lainnya dan di
Singapura.
Dalam
perkembangannya HKBP beberapa kali mengalami peristiwa “ditinggalkan jemaat”,
di mulai tahun 1927 dengan berdirinya Mission Batak, disusul Huria Christen
Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), dan Huria Kristen Indonesia (HKI).
Pada tahun 1964 sejumlah anggota keluar dan menamakan diri Gereja Kristen
Protestan Indonesia (GKPI). Atas kemelut HKBP yang terjadi pada tahun 1990-an
sejumlah anggota juga banyak yang pindah ke Gereja lain. Menurut Almanak HKBP
tahun 2007 HKBP memiliki 3.139 gereja yang tersebar di Indonesia bahkan di
Singapura dan Amerika Serikat. Dengan jumlah lebih dari 5 juta jemaat HKBP di
catat sebagai lembaga keagamaan dengan jumlah angota terbesar ketiga setelah
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhamadiyah.
E.
Falsafah
dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus
sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa
Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut
keenam puak Batak
1. Dalihan
Na Tolu (Toba)
a. Somba
Marhula-hula
b. Manat
Mardongan Tubu
c. Elek
Marboru
2. Dalian
Na Tolu (Mandailing dan Angkola)
a. Hormat
Marmora
b. Manat
Markahanggi
c. Elek
Maranak Boru
3. Tolu
Sahundulan (Simalungun)
a. Martondong
Ningon Hormat, Sombah
b. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
c. Marsanina
Ningon Pakkei, Manat
d. Marboru
Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut
Sitelu (Karo)
a. Nembah
Man Kalimbubu
b. Mehamat
Man Sembuyak
c. Nami-nami
Man Anak Beru
5. Daliken
Sitelu (Pakpak)
a. Sembah
Merkula-kula
b. Manat
Merdengan Tubuh
c. Elek
Marberru
F.
Foto-Foto
Waktu melakukan Riset
Foto
bersama di depan rumah adat suku batak
|
Alat
musik tradisional suku batak
|
Tempat
tidur para raja
|
Penjelasan
dari narasumber
|
Buku
kalender suku batak
|
Alat-alat
mistik suku batak
|
Senjata
suku batak
|
Foto
bersama narasumber
|
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Daerah Sumatra Utara
memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni
tradisional, dan bahasa daerah. Masyyarakat terdiri atas beberapa suku, seperti
melayu, nias, batak toba, batak karo, simalungun, tapanuli tengah, tapanuli
selatan (meliputi sipirok, angkola, padang, bolah, dan mandailing). Serta
penduduk pendatang seperti minang, jawa, dan aceh yang bawa budaya serta adat
istiadatnya sendiri.
Semua etnis memiliki
budaya masing-masing, mulai dari agama, adat istiadat, upacara adat dari
daerah, jenis makanan, dan pakaian adat juga memilki suatu khas atau ciri dari
setiap daerah. Keragaman budaya tersebut sangat mendukung untuk digunakan
sebagai pusat pariwisata maupun cagar budaya di Sumatra Utara.
DAFTAR PUSTAKA
PUSTAKA